Sunday, June 15, 2014

Serat Sabdatama

Judul Serat     : SABDATAMA
            Sumber           : www.alangalangkumitir.wordpress.com

Di bawah ini salah satu pupuh bagian dari Serat Sabdatama, pupuh yang saya ambil untuk dianalisis yaitu pupuh Gambuh.
I.                   PUPUH GAMBUH BESERTA ARTINYA

1.      Rasaning tyas kayungyun
Angayomi lukitaning kalbu
Gambir wanakalawan hening ing ati
Kabekta kudu pitutur
Sumingkiring reh tyas mirong
·        Artinya: Tumbuhlah suatu keinginan melahirkan perasaan dengan hati yang hening disebabkan ingin memberikan petuah-petuah agar dapat menyingkirkan hal-hal yang salah.

2.      Den samya amituhu
Ing sajroning Jaman Kala Bendu
Yogya samyanyenyuda hardaning ati
Kang anuntun mring pakewuh
Uwohing panggawe awon
·        Artinya: Diharap semuanya maklum bahwa di jaman Kala Bendu sebaiknya mengurangi nafsu pribadi yang akan membawa kepada kerepotan. Hasilnya hanyalah perbuatan yang buruk.

3.      .Ngajapa tyas rahayu
Nyayomana sasameng tumuwuh
Wahanane ngendhakke angkara klindhih
Ngendhangken pakarti dudu
Dinulu luwar tibeng doh
·        Artinya: Sebaiknya senantiasa berbuat menuju kepada hal-hal yang baik. Dapat memberi perlindungan kepada siapapun juga. Perbuatan demikian akan melenyapkan angkara murka, melenyapkan perbuatan yang bukan-bukan dan terbuang jauh.

4.      Beda kang ngaji mumpung
Nir waspada rubedane tutut
Kakinthilan manggon anggung atut wuri
Tyas riwut ruwet dahuru
Korup sinerung agoroh
·        Artinya: Hal ini memang lain dengan yang ngaji pumpung. Hilang kewaspadaannya dan kerepotanlah yang selalu dijumpai, selalu mengikuti hidupnya. Hati senantiasa ruwet karena selalu berdusta.

5.      Ilang budayanipun
Tanpa bayu weyane ngalumpuk
Sakciptane wardaya ambebayani
Ubayane nora payu
Kari ketaman pakewoh
·        Artinya: Lenyap kebudayaannya. Tidak memiliki kekuatan dan ceroboh. Apa yang dipikir hanyalah hal-hal yang berbahaya. Sumpah dan janji hanyalah dibibir belaka tidak seorangpun mempercayainya. Akhirnya hanyalah kerepotan saja.

6.      Rong asta wus katekuk
Kari ura-ura kang pakantuk
Dandanggula lagu palaran sayekti
Ngleluri para leluhur
Abot ing sih swami karo
·        Artinya: Sudah tidak berdaya. Hanya tinggallah berdendang. Mendendangkan lagu dandanggula palaran hasil karya nenek moyang dahulu kala, betapa beratnya hidup ini seperti orang dimadu saja.

7.      Galak gangsuling tembung
Ki Pujangga panggupitanipun
Rangu-rangu pamanguning reh harjanti
Tinanggap prana tumambuh
Katenta nawung prihatos
·        Artinya: Ki Pujangga didalam membuat karyanya mungkin ada kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena itu ada perasaan ragu-ragu dan khawatir, barangkali terdapat kesalahan/kekeliruan tafsir, sebab sedang prihatin.

8.      Wartine para jamhur
Pamawasing warsita datan wus
Wahanane apan owah angowahi
Yeku sansaya pakewuh
Ewuh aya kang linakon
·        Artinya: Menurut pendapat para ahli, keadaan wawasan mereka selalu berubah- ubah. Meningkatkan kerepotan apa yang hendak dijalankan.

9.      Sidining Kala Bendu
Saya ndadra hardaning tyas limut
Nora kena sinirep limpating budi
Lamun durung mangsanipun
Malah sumuke angradon
·        Artinya: Azabnya jaman Kala Bendu, makin menjadi-jadi, nafsu angkara murka tidak mungkin dikalahkan oleh budi yang baik. Bila belum sampai saatnya akibatnya bahkan makin luar biasa.

10.  Ing antara sapangu
Pangungaking kahanan wus mirud
Morat-marit panguripaning sesami
Sirna katentremanipun
Wong udrasa sak anggon-anggon
·        Artinya: Sementara itu keadaan sudah semakin tidak karuwan, kehidupan semakin morat-marit, tidak ada ketenteraman lagi, kesedihan dimana-mana.

11.  Kemang isarat lebur
Bubar tanpa daya kabarubuh
Paribasan tidhem tandhaning dumadi
Begjane ula dahulu
Cangkem silite angaplok
·        Artinya: Segala dosa dan cara hancur lebur, seolah-olah hati dikuasai ketakutan.
Yang beruntung adalah ular berkepala dua, sebab kepala serta ekornya bisa tetap makan.

12.  Ndhungkari gunung-gunung
Kang geneng-geneng padha jinugrug
Parandene tan ana kang nanggulangi
Wedi kalamun sinembur
Upase lir wedang umob
·        Artinya: Gunung-gunung digempur, yang besar-besar dihancurkan meskipun demikian tidak ada yang berani melawan. Sebab mereka takut kalau disembur (ular) berbisa. Bisa racun ular itu bagaikan air panas.

13.  Kalonganing kaluwung
Prabanira kuning abang biru
Sumurupa iku mung soroting warih
Wewarahe para Rasul
Dudu jatining Hyang Manon
·        Artinya: Tetapi harap diketahui bahwa lengkungan pelangi yang berwarna kuning merah dan biru sebenarnya hanyalah cahaya pantulan air. Menurut ajaran Nabi itu bukanlah Tuhan yang sebenarnya.


14.  Supaya pada emut
Amawasa benjang jroning tahun
Windu kuning kono ana wewe putih
Gegamane tebu wulung
Arsa angrebaseng wedhon
·        Artinya: Agar diingat-ingat. Kelak bila sudah menginjak tahun windu kuning (Kencana) akan ada wewe putih (setan putih), yang bersenjatakan tebu hitam akan menghancurkan wedhon (pocongan setan). (Sebuah ramalan yang perlu dipecahkan).

15.  Rasa wes karasuk
Kesuk lawan kala mangsanipun
Kawises kawasanira Hyang Widhi
Cahyaning wahyu tumelung
Tulus tan kena tinegor
·        Artinya: Agaknya sudah sampai waktunya, karena kekuasaan Tuhan telah datang jaman kebaikan, tidak mungkin dihindari lagi.

16.  Karkating tyas katuju
Jibar-jibur adus banyu wayu
Yuwanane turun-temurun tan enting
Liyan praja samyu sayuk
Keringan saenggon-enggon
·        Artinya: Kehendak hati pada waktu tersebut hanya didasarkan kepada ketentraman sampai ke anak cucu. Negara-negara lain rukun sentosa dan dihormati dimanapun.

17.  Tatune kabeh tuntun
Lelarane waluya sadarum
Tyas prihatin ginantun suka mrepeki
Wong ngantuk anemu kethuk
Isine dinar sabokor
·        Artinya: Segala luka-luka (penderitaan) sudah hilang. Perasaan prihatin berubah menjadi gembira ria. Orang yang sedang mengantuk menemukan kethuk (gong kecil) yang berisi emas kencana sebesar bokor.

18.  Amung padha tinumpuk
Nora ana rusuh colong jupuk
Raja kaya cinancangan angeng nyawi
Tan ana nganggo tinunggu
Parandene tan cinolong
·        Artinya: Semua itu hanya ditumpuk saja, tidak ada yang berbuat curang maupun yang mengambil. Hewan piaraan diikat diluar tanpa ditunggu namun tidak ada yang dicuri.

19.  Diraning durta katut
Anglakoni ing panggawe runtut
Tyase katrem kayoman hayuning budi
Budyarja marjayeng limut
Amawas pangesthi awon
·        Yang tadinya berbuat angkara sekarang ikut pula berbuat yang baik-baik. Perasaannya terbawa oleh kebaikan budi. Yang baik dapat menghancurkan yang jelek.

20.  Ninggal pakarti dudu
Pradapaning parentah ginugu
Mring pakaryan saregep tetep nastiti
Ngisor dhuwur tyase jumbuh
Tan ana wahon winahon
·        Artinya: Banyak yang meninggalkan perbuatan-perbuatan yang kurang baik. Mengikuti peraturan-peraturan pemerintah. Semuanya rajin mengerjakan tugasnya masing-masing. Yang dibawah maupun yang diatas hatinya sama saja. Tidak ada yang saling mencela.

21.  Ngratani sapraja agung
Keh sarjana sujana ing kewuh
Nora kewran mring caraka agal alit
Pulih duk jaman runuhun
Tyase teteg teguh tanggon
·        Artinya: Keadaan seperti itu terjadi diseluruh negeri. Banyak sekali orang-orang ahli dalam bidang surat menyurat. Kembali seperti jaman dahulu kala. Semuanya berhati baja.





II.                 ISI CERITA dalam PUPUH GAMBUH dari SERAT SABDATAMA
            Di dalam pupuh Gambuh yang diambil dari serat Sabdatama menceritakan adanya jaman Kala Bendu, yang di jaman tersebut diharapkan semua orang mengesampingkan keinginan pribadi atau mengutamakan orang lain dibandingkan dirinya sendiri, karena jika tetap memaksakan keinginan pribadi akan membuahkan hasil berupa perbuatan-perbuatan yang buruk. Di Jaman Kala Bendu ini dianjurkan untuk senantiasa melakukan kebaikan agar angkara murka musnah dan hanya ketentraman yang akan tercipta. Namun berbeda dengan orang-orang yang menggunakan prinsip “aji mumpung”, mereka cenderung hanya mengikuti kehendaknya sendiri tanpa memperdulikan orang lain, selain hanya pandai berbicara saja mereka juga cenderung tidak memiliki kekuatan, ceroboh serta hilang kebudayaannya, namun tak seorang pun yang mempercayainya, yang mereka dapat hanyalah kerepotan belaka.
            Semakin lama, akibat yang timbul dari jaman Kala Bendu semakin menjadi dan angkara murka semakin merajalela, sekedar budi yang baik tidak akan bisa mengalahkan angkara murka. Kehidupan terlihat semakin kacau balau, tidak ada ketentraman sedikitpun yang ada hanyalah kesedihan di mana-mana. Ketakutan menyelimuti hati orang-orang di jaman Kala Bendu tersebut, mereka benar-benar merasakan dahsyatnya kerusakan-kerusakan alam yang terjadi di sekitar mereka, mereka benar-benar tergoncang hatinya dengan adanya kejadian tersebut, hingga datang lah jaman kebaikan yang segala sesuatunya dikerjakan dari hati yang bertujuan untuk mendapatkan ketentraman di dalam kehidupan sampai pada anak cucu mereka. Suasana yang menakutkan dan menyedihkan, sekarang berubah menjadi gembira ria. Mereka-mereka yang dahulu berbuat angkara murka pun sekarang mulai menghilangkan perbuatan-perbuatan yang kurang baik dan mulai mentaati peraturan yang dibuat oleh pemerintah karena terbawa oleh perasaan budi yang baik dalam diri mereka. Mereka mulai bekerja dengan pekerjaan masing-masing tanpa memperdulikan mana golongan atas dan golongan bawah, mereka pun tidak saling mencela.
            Dari kesimpulan yang saya ambil, dalam pupuh ini membicarakan tentang kebanyakan pejabat yang bertindak semena-mena tanpa memperhatikan keadilan bagi semua orang. Mereka cenderung sibuk memikirkan hidupnya sendiri, dan tidak mau tahu tentang orang lain yang merasa kesusahan dalam menopang hidupnya. Dengan bekal pangkat yang lebih tinggi dari orang-orang yang berada di bawahnya, mereka bertindak seenaknya sendiri tanpa memikirkan akibat yang sebenarnya tertuju pada orang-orang kalangan bawah. Jangankan rasa saling menghormati, bahkan rasa peduli terhadap sesama pun tidak pernah ada di hati mereka para pejabat yang menyalah gunakan jabatannya, mereka menganggap orang-orang kalangan bawah itu tidak pantas untuk di hormati, hanya mereka lah orang-orang berpangkat yang wajib dihormati oleh semua orang, akan tetapi sesungguhnya pemimpin yang seperti itulah pemimpin yang tidak akan pernah dihargai dan dihormati oleh rakyatnya, melainkan celaan dan ejekan lah yang justru akan diterimanya. Sebenarnya apabila golongan orang-orang atas mau memperdulikan sesamanya, maka ketentraman serta kesejahteraan di dalam suatu Negara akan tercapai dengan mudahnya dan tidak akan ada lagi perselisihan antara pejabat dengan rakyat.
III.              MANFAAT yang TERKANDUNG dalam PUPUH GAMBUH dari SERAT SABDATAMA
Di dalam Serat Sabdatama, khususnya pada pupuh Gambuh terdapat manfaat yang tersirat dari pupuh tersebut, manfaat yang bisa saya ambil yaitu:
1.    Apabila kita membaca bahkan mengartikan pupuh tersebut maka kita akan mengetahui betapa memprihatinkannya ketika berada di jaman Kala Bendu itu, karena kita mengetahui berbagai perbuatan yang tidak seyogyanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai jabatan tinggi terhadap orang-orang yang berada di bawahnya.
2.    Kita juga bisa menyimpulkan bahwa di jaman sekarang ini termasuk jaman Kala Bendu, karena kebanyakan para pejabat bertindak semaunya tanpa memikirkan rakyat yang susah menanggung hasil dari kecerobohan mereka yang berdampak sangat buruk bagi rakyat, yang terjadi hanyalah kesenjangan sosial dan susahnya menciptakan ketentraman serta kesejahteraan rakyat di Negaranya sendiri.
3.    Dari pupuh di atas juga kita bisa merasakan betapa indahnya kebersamaan jika tidak terjadi kesenjangan sosial yang diakibatkan oleh adanya status sosial dari masing-masing pihak. Karena di dalam suatu kehidupan yang nyata sangat membutuhkan rasa saling hormat antar sesama.
4.    Kita juga dapat memahani bagaimana harus menempatkan diri, walaupun saat ini kita berada distrata yang paling atas, namun itu hanyalah status sosial yang hanya berlaku untuk kaum golongan berpangkat dan tidak berpangkat, sedangkan di mata Tuhan kita sama-sama makhlukNya, maka sebisa mungkin kita harus membuka hati kita untuk saling peduli kepada sesama dan saling menolong siapapun ketika mendapat kesusahan dengan tidak memandang bulu, karena kita hidup di dunia seperti “Cakra Manggilingan” dalam bahasa Jawa, yang berarti, kita hidup tidak selamanya berada di atas yang hidup serba enak dan kaya raya, akan tetapi ada kalanya juga kita hidup di bawah dengan segala kesusahan yang diderita. 
5.    Selain itu kita juga mengetahui, bahwa orang-orang yang berjabatan tinggi tidak akan menjadi terhormat apabila mereka melakukan tindakan yang angkara murka, karena itu sangat merugikan pihak lain yang sebenarnya tidak bersalah akan tetapi terkena imbas dari perbuatan mereka.
6.    Dan manfaat yang terakhir, kita dapat menerapkan bagaimana caranya menjadi orang yang baik, yang tentunya tidak sekedar baik dari luarnya saja, melainkan baik luar dan dalamnya, serta dapat mengetahui bagaimana orang-orang yang selama ini merasa dirinya paling benar sehingga berbuat semena-mena terhadap sesamanya yang membutuhkan pertolongan dari mereka. Pupuh ini benar-benar mendorong untuk mengembangkan rasa kepedulian antar sesama dan mendorong setiap individu untuk menjadi pribadi yang baik dan berbudi luhur.





No comments:

Post a Comment