Agustus 10, 2008
Rahasia Serat Sastrajendrahayuningrat Pangruwa
Ting Diyu.
Dalam lakon wayang Purwa,
kisah Ramayana bagian awal diceritakan asal muasal keberadaan Dasamuka atau
Rahwana tokoh raksasa yang dikenal angkara murka, berwatak candala dan gemar
menumpahkan darah. Dasamuka lahir dari ayah seorang Begawan sepuh sakti linuwih
gentur tapanya serta luas pengetahuannya yang bernama Wisrawa dan ibu Dewi
Sukesi yang berparas jelita tiada bandingannya dan cerdas haus ilmu kesejatian
hidup. Bagaimana mungkin dua manusia sempurna melahirkan raksasa buruk rupa dan
angkara murka ? Bagaimana mungkin kelahiran “ sang angkara murka “ justru
berangkat dari niat tulus mempelajari ilmu kebajikan yang disebut Serat
Sastrajendra.
Ilmu untuk Meraih Sifat Luhur Manusia.
Salah satu ilmu rahasia
para dewata mengenai kehidupan di dunia adalah Serat Sastrajendra. Secara lengkap disebut Serat
Sastrajendrahayuningrat Pangruwatingdiyu. Serat = ajaran, Sastrajendra = Ilmu
mengenai raja. Hayuningrat = Kedamaian. Pangruwating = Memuliakan atau merubah
menjadi baik. Diyu = raksasa atau keburukan. Raja disini bukan harfiah raja
melainkan sifat yang harus dimiliki seorang manusia mampu menguasai hawa nafsu
dan pancainderanya dari kejahatan. Seorang raja harus mampu menolak atau
merubah keburukan menjadi kebaikan. Pengertiannya bahwa Serat Sastrajendra
adalah ajaran kebijaksanaan dan kebajikan yang harus dimiliki manusia untuk
merubah keburukan mencapai kemuliaan dunia akhirat. Ilmu Sastrajendra adalah
ilmu makrifat yang menekankan sifat amar ma’ruf nahi munkar, sifat memimpin
dengan amanah dan mau berkorban demi kepentingan rakyat.
Gambaran ilmu ini adalah mampu
merubah raksasa menjadi manusia. Dalam pewayangan, raksasa digambarkan sebagai
mahluk yang tidak sesempurna manusia. Misal kisah prabu Salya yang malu karena
memiliki ayah mertua seorang raksasa. Raden Sumantri atau dikenal dengan nama
Patih Suwanda memiliki adik raksasa bajang bernama Sukrasana. Dewi Arimbi,
istri Werkudara harus dirias sedemikian rupa oleh Dewi Kunti agar Werkudara mau
menerima menjadi isterinya. Betari Uma disumpah menjadi raksesi oleh Betara
Guru saat menolak melakukan perbuatan kurang sopan dengan Dewi Uma pada waktu
yang tidak tepat. Anak hasil hubungan Betari Uma dengan Betara Guru lahir
sebagai raksasa sakti mandra guna dengan nama “ Betara Kala “ (kala berarti
keburukan atau kejahatan). Sedangkan Betari Uma kemudian bergelar Betari Durga
menjadi pengayom kejahatan dan kenistaan di muka bumi memiliki tempat tersendiri
yang disebut “ Kayangan Setragandamayit “. Wujud Betari Durga adalah raseksi
yang memiliki taring dan gemar membantu terwujudnya kejahatan.
Melalui ilmu Sastrajendra maka
simbol sifat sifat keburukan raksasa yang masih dimiliki manusia akan menjadi
dirubah menjadi sifat sifat manusia yang berbudi luhur. Karena melalui sifat
manusia ini kesempurnaan akal budi dan daya keruhanian mahluk ciptaan Tuhan
diwujudkan. Dalam kitab suci disebutkan
bahwa manusia adalah ciptaan paling sempurna. Bahkan ada disebutkan, Tuhan
menciptakan manusia berdasar gambaran dzat-Nya. Filosof Timur Tengah Al Ghazali
menyebutkan bahwa manusia seperti Tuhan kecil sehingga Tuhan sendiri
memerintahkan para malaikat untuk bersujud. Sekalipun manusia terbuat dari dzat
hara berbeda dengan jin atau malaikat yang diciptakan dari unsur api dan
cahaya. Namun manusia memiliki sifat sifat yang mampu menjadi “ khalifah “
(wakil Tuhan di dunia).
Namun ilmu ini oleh para
dewata hanya dipercayakan kepada Wisrawa seorang satria berwatak wiku yang tergolong
kaum cerdik pandai dan sakti mandraguna untuk mendapat anugerah rahasia Serat
Sastrajendrahayuningrat Diyu. Ketekunan, ketulusan dan kesabaran Begawan
Wisrawa menarik perhatian dewata sehingga memberikan amanah untuk menyebarkan
manfaat ajaran tersebut. Sifat ketekunan Wisrawa, keihlasan, kemampuan membaca
makna di balik sesuatu yang lahir dan kegemaran berbagi ilmu. Sebelum “ madeg
pandita “ ( menjadi wiku ) Wisrawa telah lengser keprabon menyerahkan tahta
kerajaaan kepada sang putra Prabu Danaraja. Sejak itu sang wiku gemar bertapa
mengurai kebijaksanaan dan memperbanyak ibadah menahan nafsu duniawi untuk
memperoleh kelezatan ukhrawi nantinya. Kebiasaan ini membuat sang wiku tidak
saja dicintai sesama namun juga para dewata.
Sifat Manusia Terpilih.
Sebelum memutuskan siapa
manusia yang berhak menerima anugerah Sastra Jendra, para dewata bertanya pada
sang Betara Guru. “ Duh, sang Betara agung, siapa yang akan menerima Sastra
Jendra, kalau boleh kami mengetahuinya. “Bethara guru menjawab “ Pilihanku adalah
anak kita Wisrawa “. Serentak para dewata bertanya “ Apakah paduka tidak
mengetahui akan terjadi bencana bila diserahkan pada manusia yang tidak mampu
mengendalikannya. Bukankah sudah banyak kejadian yang bisa menjadi pelajaran
bagi kita semua”
Kemudian sebagian dewata berkata “ Kenapa tidak diturunkan kepada kita saja yang lebih mulia dibanding manusia “.
Kemudian sebagian dewata berkata “ Kenapa tidak diturunkan kepada kita saja yang lebih mulia dibanding manusia “.
Seolah menegur para dewata
sang Betara Guru menjawab “Hee para dewata, akupun mengetahui hal itu, namun
sudah menjadi takdir Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa ilmu rahasia hidup justru
diserahkan pada manusia. Bukankah tertulis dalam kitab suci, bahwa malaikat
mempertanyakan pada Tuhan mengapa manusia yang dijadikan khalifah padahal
mereka ini suka menumpahkan darah“. Serentak para dewata menunduk malu “ Paduka
lebih mengetahui apa yang tidak kami ketahui” Kemudian, Betara Guru turun ke
mayapada didampingi Betara Narada memberikan Serat Sastra Jendra kepada Begawan
Wisrawa.
“Duh anak Begawan Wisrawa,
ketahuilah bahwa para dewata memutuskan memberi amanah Serat Sastra Jendra
kepadamu untuk diajarkan kepada umat manusia” Mendengar hal itu, menangislah
Sang Begawan “ Ampun, sang Betara agung, bagaimana mungkin saya yang hina dan
lemah ini mampu menerima anugerah ini “. Betara Narada mengatakan “ Anak
Begawan Wisrawa, sifat ilmu ada 2 (dua). Pertama, harus diamalkan dengan niat
tulus. Kedua, ilmu memiliki sifat menjaga dan menjunjung martabat manusia.
Ketiga, jangan melihat baik buruk penampilan semata karena terkadang yang baik
nampak buruk dan yang buruk kelihatan sebagai sesuatu yang baik. “ Selesai
menurunkan ilmu tersebut, kedua dewata kembali ke kayangan. Setelah menerima
anugerah Sastrajendra maka sejak saat itu berbondong bondong seluruh satria,
pendeta, cerdik pandai mendatangi beliau untuk minta diberi wejangan ajaran
tersebut. Mereka berebut mendatangi pertapaan Begawan Wisrawa melamar menjadi
cantrik untuk mendapat sedikit ilmu Sastra Jendra. Tidak sedikit yang pulang
dengan kecewa karena tidak mampu memperoleh ajaran yang tidak sembarang orang
mampu menerimanya. Para wiku, sarjana, satria harus menerima kenyataan bahwa
hanya orang orang yang siap dan terpilih mampu menerima ajarannya.
Nun jauh, negeri Ngalengka
yang separuh rakyatnya terdiri manusia dan separuh lainnya berwujud raksasa.
Negeri ini dipimpin Prabu Sumali yang berwujud raksasa dibantu iparnya seorang
raksasa yang bernama Jambumangli. Sang Prabu yang beranjak sepuh, bermuram
durja karena belum mendapatkan calon pendamping bagi anaknya, Dewi Sukesi. Sang
Dewi hanya mau menikah dengan orang yang mampu menguraikan teka teki kehidupan
yang diajukan kepada siapa saja yang mau melamarnya. Sebelumnya harus mampu
mengalahkan pamannya yaitu Jambumangli. Beribu ribu raja, wiku dan satria
menuju Ngalengka untuk mengadu nasib melamar sang jelita namun mereka pulang
tanpa hasil. Tidak satupun mampu menjawab pertanyaan sang dewi. Berita inipun
sampailah ke negeri Lokapala, sang Prabu Danaraja sedang masgul hatinya karena
hingga kini belum menemukan pendamping hati. Hingga akhirnya sang Ayahanda,
Begawan Wisrawa berkenan menjadi jago untuk memenuhi tantangan puteri
Ngalengka.
Pertemuan Dua Anak Manusia.
Berangkatlah Begawan
Wisrawa ke Ngalengka, hingga kemudian bertemu dengan dewi Suksesi. Senapati
Jambumangli bukan lawan sebanding Begawan Wisrawa, dalam beberapa waktu raksasa
yang menjadi jago Ngalengka dapat dikalahkan. Tapi hal ini tidak berarti
kemenanmgan berada di tangan. Kemudian tibalah sang Begawan harus menjawab
pertanyaan sang Dewi. Dengan mudah sang Begawan menjawab pertanyaan demi
pertanyaan hingga akhirnya, sampailah sang dewi menanyakan rahasia Serat
Sastrajendra. Sang Begawan pada mulanya tidak bersedia karena ilmu ini harus
dengan laku tanpa “ perbuatan “ sia sialah pemahaman yang ada. Namun sang Dewi
tetap bersikeras untuk mempelajari ilmu tersebut, toh nantinya akan menjadi
menantunya.
Luluh hati sang Begawan,
beliau mensyaratkan bahwa ilmu ini harus dijiwai dengan niat luhur. Keduanya
kemudian menjadi guru dan murid, antara yangf mengajar dan yang diajar. Hari
demi hari berlalu keduanya saling berinteraksi memahamkan hakikat ilmu.
Sementara di kayangan, para dewata melihat peristiwa di mayapada. “ Hee, para
dewata, bukankah Wisrawa sudah pernah diberitahu untuk tidak mengajarkan ilmu
tersebut pada sembarang orang “.
Para dewata melaporkan hal tersebut
kepada sang Betara Guru. “ Bila apa yang dilakukan Wisrawa, bisa nanti kayangan
akan terbalik, manusia akan menguasai kita, karena telah sempurna ilmunya,
sedangkan kita belum sempat dan mampu mempelajarinya “.
Sang Betara Guru
merenungkan kebenaran peringatan para dewata tersebut. “ tidak cukup untuk
mempelajari ilmu tanpa laku, Serat Sastrajendra dipagari sifat sifat
kemanusiaan, kalau mampu mengatasi sifat sifat kemanusiaan baru dapat mencapai
derajat para dewa. “ Tidak lama sang Betara menitahkan untuk memanggil Dewi
Uma.untuk bersama menguji ketangguhan sang Begawan dan muridnya. Hingga sesuatu
ketika, sang Dewi merasakan bahwa pria yang dihadapannya adalah calon
pendamping yang ditunggu tunggu. Biar beda usia namun cinta telah merasuk dalam
jiwa sang Dewi hingga kemudian terjadi peristiwa yang biasa terjadi layaknya
pertemuan pria dengan wanita. Keduanya bersatu dalam lautan asmara dimabukkan
rasa sejiwa melupakan hakikat ilmu, guru, murid dan adab susila. Hamillah sang
Dewi dari hasil perbuatan asmara dengan sang Begawan. Mengetahui Dewi Sukesi
hamil, murkalah sang Prabu Sumali namun tiada daya. Takdir telah terjadi, tidak
dapat dirubah maka jadilah sang Prabu menerima menantu yang tidak jauh berbeda
usianya.
Tergelincir Dalam Kesesatan.
Musibah pertama, terjadi
ketika sang senapati Jambumangli yang malu akan kejadian tersebut mengamuk
menantang sang Begawan. Raksasa jambumangli tidak rela tahta Ngalengka harus
diteruskan oleh keturunan sang Begawan dengan cara yang nista. Bukan raksasa dimuliakan
atau diruwat menjadi manusia. Namun Senapati Jambumangli bukan tandingan,
akhirnya tewas ditangan Wisrawa. Sebelum meninggal, sang senapati sempat
berujar bahwa besok anaknya akan ada yang mengalami nasib sepertinya ditewaskan
seorang kesatria.
Musibah kedua, Prabu
Danaraja menggelar pasukan ke Ngalengka untuk menghukum perbuatan nista
ayahnya. Perang besar terjadi, empat puluh hari empat puluh malam berlangsung
sebelum keduanya berhadapan. Keduanya berurai air mata, harus bertarung
menegakkan harga diri masing masing. Namun
kemudian Betara Narada turun melerai dan menasehati sang Danaraja. Kelak
Danaraja yang tidak dapat menahan diri, harus menerima akibatnya ketika
Dasamuka saudara tirinya menyerang Lokapala.
Musibah ketiga, sang Dewi
Sukesi melahirkan darah segunung keluar dari rahimnya kemudian dinamakan
Rahwana (darah segunung). Menyertai kelahiran pertama maka keluarlah wujud kuku
yang menjadi raksasi yang dikenal dengan nama Sarpakenaka. Sarpakenaka adalah
lambang wanita yang tidak puas dan berjiwa angkara, mampu berubah wujud menjadi
wanita rupawan tapi sebenarnya raksesi yang bertaring. Kedua pasangan ini terus
bermuram durja menghadapi musibah yang tiada henti, sehingga setiap hari
keduanya melakukan tapa brata dengan menebus kesalahan. Kemudian sang Dewi
hamil kembali melahirkan raksasa kembali. Sekalipun masih berwujud raksasa
namun berbudi luhur yaitu Kumbakarna.
Akhir Yang Tercerahkan.
Musibah demi musibah terus
berlalu, keduanya tidak putus putus memanjatkan puaj dan puji ke hadlirat Tuhan
yang Maha Kuasa. Kesabaran dan ketulusan
telah menjiwa dalam hati kedua insan ini. Serat Sastrajendra sedikit demi
sedikit mulai terkuak dalam hati hati yang telah disinari kebenaran ilahi.
Hingga kemudian sang Dewi melahirkan terkahir kalinya bayi berwujud manusia
yang kemudian diberi nama Gunawan Wibisana. Satria inilah yang akhirnya mampu
menegakkan kebenaran di bumi Ngalengka sekalipun harus disingkirkan oleh
saudaranya sendiri, dicela sebagai penghianat negeri, tetapi sesungguhnya sang
Gunawan Wibisana yang sesungguhnya yang menyelamatkan negeri Ngalengka. Gunawan
Wibisana menjadi simbol kebenaran mutiara yang tersimpan dalam Lumpur namun
tetap bersinar kemuliaannya. Tanda kebenaran yang tidak larut dalam lautan
keangkaramurkaan serta mampu mengalahkan keragu raguan seprti terjadi pada
Kumbakarna. Dalam cerita pewayangan, Kumbakarna dianggap tidak bisa langsung
masuk suargaloka karena dianggap ragu ragu membela kebenaran.
Melalui Gunawan Wibisana,
bumi Ngalengka tersinari cahaya ilahi yang dibawa Ramawijaya dengan balatentara
jelatanya yaitu pasukan wanara (kera). Peperangan dalam Ramayana bukan
perebutan wanita berwujud cinta namun pertempuran demi pertempuran menegakkan
kesetiaan pada kebenaran yang sejati.
Ditulis dalam RAHASIA SASTRA JENDRA HAYUNINGRAT
No comments:
Post a Comment