I.
Serat
Panitisastra
Serat
panitisastra yaitu salah satu sastra piwulang
yang sebenarnya serat Nitisastra yang menggunakan bahasa Djarwa. Serat
ini ketika tahun 1725 (1789M) dari bahasa Kawi disalin ke dalam bahasa
Kawi-miring. Kemudian tahun 1735 (1808M),kemdian disusul kitab berbahasa
Kawi-Djarwa. Setelah tahun 1746 (1819M),diubah ke dalam bahasa prosa oleh Raden
Pandji Puspawilaga. Dibuat pada tahun 1843 pada zaman pemerintahan Sri
Susuhunan P.B.VII.
Serat ini
diedarkan di Surakarta,pada bait pertama tembang dhandhanggula menunjukkan asal
muasalnya serat ini,yang berbunyi:
Makritya
ring agnya narpasiwi,nular pralampitaning Sang Wusman,Ing Surakarta wedhare,tata tri
gora ratu,Ri sangkala witning winarti,Nitisastra
inaran,winarnaeng kidung,kadi kadanging sarjawa,limaksana sasananing kang
janmadi,adi yang kadriyana.
Yang artinya: akan mengerjakan perintah
raja putra,meniru lambang-lambang sang wusman,di Surakarta terbabarnya,tahun 1735
dibuatnya,dinamakan Nitisastra,tergubah
dalam kidung,kawi yang karib kepada jarwa,lalu ditempat manusia luhur,itu kalau
(boleh) mendapat perhatian.
Serat ini memiliki
bagian-bagian sebagai berikut:
1. Dhandhanggula 10 bait
2. Sinom 16 bait
3. Gambuh 10 bait
4. Pocung 19bait
5. Dhandhanggula 14 bait
6. Kinanthi 20 bait
7. Asmarandana 18 bait
8. Sinom 15 bait
9. Juru
Demung 9 bait
10. Dhandhanggula 19 bait
II.
Analisis
Semiotik
·
Kode
Bahasa
Yang
perlu diperhatikan di dalam Kode Bahasa:
·
struktur,
·
diksi,
·
kosakata,
·
urutan kata,
·
isi teks secara harfiah.
a.
Dhandhanggula
(1)Makritya ring agnya
narpasiwi,nular pralampitaning Sang Wusman,Ing Surakarta wedhare,tata tri
gora ratu,Ri sangkala witning winarti,Nitisastra
inaran,winarnaeng kidung,kadi kadanging sarjawa,limaksana sasananing kang
janmadi,adi yang kadriyana.(cuplikan tembang Dhandhanggula bait 1)
Yang artinya: akan mengerjakan perintah
raja putra,meniru lambang-lambang sang wusman,di Surakarta terbabarnya,tahun 1735
dibuatnya,dinamakan Nitisastra,tergubah
dalam kidung,kawi yang karib kepada jarwa,lalu ditempat manusia luhur,itu kalau
(boleh) mendapat perhatian.
Isi teks: cuplikan di atas menggambarkan
pembuatan serat Panitisastra,atau asal muasalnya serat Panitisastra.
(6) Arsa tumut sarwa nora bangkit, mukanira
kadya lenging gua, kewala melongo bae, mangkana ing tumuwuh, wruhing wisa
sakiki-siki, wisaning wong anembah, ing Ywang
Maha Gung, yen carobo ing tyasira, dadya reged kethuh amatuh mulintir,
nembahe tan katrimah(cuplikan tembang dhandhanggula bait 6)
b. Sinom
(1) Muwus arum ing pareman, wiyosing sabda minta sih, den amanis
manohara, den alus den ngarih-arih, prihen lunturing kang sih, ywa kongsi
rengat ing kalbu, yen sira lulungguhan, lan para pandhita sami, atanyaa sagung ujaring kang sastra. (cuplikan
tembang sinom bait 1)
Artinya:
Berbicara dengan sangat pelan dan halus dalam percakapan, perkataan yang keluar
sangatlah manis, semanis manohara, yang halus dan menasehati secara halus,
jangan sampai rasa sayangnya hilang, jangan samapi hilang dari hati, dan jika
kamu sedang duduk, dengan para pendeta juga, tanyakanlah semuannya tentang
ucapan-ucapan yang mengandung sastra.
(7)
yeku cih naning anyata, jati kula araneki, tandhaning janma utama, ing
panengran tan ngendrani, iwire tan cidreng jangji, ring antara wus tinemu, yekang aran pandhita, sastra genyang ta
lirneki, tar angendhak sagung patanyan, kang prapta. (cuplikan tembang Sinom
pupuh 7)
Artinya:
itulah nyatanya, sebenarnya itu namanya, yang menunjukkan orang utama, dapat
dilihat dari tanda-tanda yang ada, tidak pernah ingkar janji, diantarannya
sudah ditemukan, yang diberi nama pendeta, sastra itu terlihat menyenangkan,
tidak dapat berhenti menanyakan tentang itu, yang akan datang.
Isi
teks: Dalam cuplikan di atas berisi tentang bagaimana kita bertutur kata yang
baik sebagai remaja atau pemuda sebagaimana semestinya. Dan juga menggambarkan
seorang pendeta yang tidak pernah mengingkari janjinya.
b.
Pocung
(5)Wuwusipun,
Bathara Sramba sireksu, heh Naga iya,
sira apa arsa urip, iya ingsun kang tutulung marang sira. (cuplikan tembang
pocung bait 5)
(6)
aturipun Sang Naga inggih kalangkung, kawularsa
gesang, nuhun itulung sayekti ing Bethara dadya manggih raharjo. (cuplikan
Tembang pocung bait 6)
Artinya : (5) ujarnya, Bethara Sramba
kepadanya, heh kamu Naga, apa kamu ingin hidup, aku yang akan menolong mu. (6)
Sang Naga menjawab, saya ingin hidup, terima kasih atas pertolongan dari
Bethara semoga menjadi raharja.
Isi teks: dari ulasan di atas berisikan
percakapan antara Bethara Sramba yang ingin membantu Naga untuk menajalani
hidupnya.
c. Dhandhanggula
(1) Sampun sampat neg manusya sami,
barang katon sanepa sadaya, saniskara surahsane, sayogyanya sang wiku, awan esah denya mabeki, den
kukuh tapabrata, nira supayantuk, pakoleh mulyaken praja, lamun tuhu
pangestuning para resi, praja anut
raharja.
(3)marang
wadyatantranta sakyehing, miwah sekul ulam den aumrah, palane kedhep niitine,
saparentahe tinut, ajrihira pan
ajrih asih, kukuh prajane karta,
tekeng tepis dhusun, kawengan dana sang
nata, lau mungguh ing wanudya yen alaki, olehe anak lanang. (cuplikan
tembang dhandhanggula bait 1 dan 3)
Artinya : (1) sudah tersedia untuk semua manusia, semua yang
terlihat hanyalah sebuah perumpamaan, semua artinya, bagaimana seharusnya sang
pendeta pertapa, jangan mengeluh jika ingin berbakti, bertapa bratalah dengan
kukuh, supaya mendapat apa yang kamu inginkan, mendapatkan kemulyaan dari
rakyat, dan mendapatkan restu dari para resi yang sebenarnya, rakyat ikut
raharja.
(3)kepada para tentaranya, dengan nasi ikan yang
lumrah,(palane kedhep nitine) semua perintahnya dipatuhi, takutmu tetapi takut
karena sayang, ketentraman rakyatnya kukuh, datang di perbatasan desa,
berkalungkan pemberian dari sang Ratu, terutama untuk wanita jika bersuami,
mendapat anak yanh berjenis kelamin laki-laki.
Isi Teks:
(1)dari ulasan di atas,mengandung maksud jika kita layaknya pertapa,maka
bertapalah secara sungguh-sungguh agar mendapatkan apa yang kita ingikan,serta
mendapatkan rest dari resi. (3)nasehat untuk para wanita yang jika ingin
bersuami itu harus dengan laki-laki.
d. Kinanthi
(6) Kadi ta sang Maha Wiku, kang linewihaken dening, tar iyan pangabektining Hyang kang Maha Luwih, kalamun wong
anom ika, ingkang wibawa tur mukti.
(14)Asih pawong mitranipun, tan iyan
panembramaneki pandhita
panengranira, nihan wisaning kalabang, munggeng sirah unggyaneki.
(20) Kono sidaning kang ratu, sudibyo kalokeng bumi, awya na
maido sira, ing wuruking para resi,
dumadakan lara lapa, utama sira danami. (cuplikan tembang Kinanthi bait ke
6,14,20).
Artinya:
(6) seperti halnya Sang pendeta, yang dilebihkan, tidak seperti pengabdiannya
kepada Yang Maha Segalannya, kalau pemuda itu, yang hidup senang tanpa
kekurangan. (14) menyayangi seorang sahabatnya, yang tidak seperti nyanyian
para pendeta pada dasanya, begitulah racunnya kelabang, yang ada di kepala ini.
(20) Ratu itu, kesaktiannya terkenal di bumi, janganlah kamu menaruh ketidak percayaan, dalam ajarannya
para resi, tiba-tiba bersusah payah , kamu dinamakan yang utama.
Isi
teks : (6)mengandung maksud jika kita sebagai pemuda ingin hidup senang tanpa
beban,jadilah layaknya pendeta yang senantiasa selalu mengabdi kepada Yang Maha
Segalanya. (14) hendaknya kita menyayangi sahabat kita sendiri,jangan seperti
keabang yang mengeluarkan upasnya,karena akan menyakiti orang lain. (20) hendaknya kita menghargai orang yang lebih
dari kita,tanpa menaruh rasa curiga terhadapnya.
e. Asmarandana
(3)Tan sinaba dening paksi, paksi
kang saba ing toya, yen pandhita upamane, tilar pangabektinira, nuju becik kang
dina, supe ing penambahanipun, yekti doh lan pangerannya.
(4)Kalamun pandhita pasthi, tebih lan
pangeranira, manggih cilaka lemahe, mangkana sang maharja, yen tan parikseng
bala, kurang paramartanipun, anggung rengu aduduka.
Artinya:
(3) tidak pernah didatangi oleh burung, burung yang sering berada di air,
seandainnya kalau pendeta, meninggalkan kebaktiannya, menuju hari yang bagus,
lupa dengan statusnya sebagai pendeta, pendeta yang jauh dari Tuhannya. (4)
kalau takdir pendeta, jauh dari Tuhannya, celaka yan akan dijumpai, begitu pula
Sang maharaja, kalau tidak melihat para tentarannya, kurang baik budinya, akan
marah.
Isi
teks: (3) walaupun orang itu berstatus sebagai pendeta,akan tetapi jika meninggalkan
kebaktiannya bisa lupa dengan statusnya. (4) cuplikan di atas berisi tentang
pendeta yang jauh dari Tuhannya dan akan celaka jika budinya kurang baik.
f. Sinom
(10)reksanen ingkang utama, tegesipun
kang prayogi, wewehna kang prayogi, wewehna para pandhita, jakatna ing pekir
miskin, tulang meing repot sami, kinarya ganjar ing wadu, yen wong sugih upama,
eman kalamun amendhita, datan arsa jakat mring para pandhita.
(12)mangkana ngaurip samya,awya kumed
ing wong miskin, kumed ing pandhita, dinukan dening Ywang Widi, ing akir tanpa
prayogi, nemu cilaka tan wurung, mungguh kang para dewa, kang linewihaken
pribadi, datan kadya sang Bathara Nilakantha.
Artinya:
(10)rawatlah yang utama, maksudnya yang semestinya, berikan yang terbaik,
berikan para pendeta, berzakatlah kepada fakir miskin, ikut merasakan repotnya
sesama, akan mendapat ganjaran dari prajurit, kalau seumpama orang kaya,kikir
kalau dengan para pendeta, tanpa keinginan untuk berzakat kepada pendeta.
(12)begitulah hidup yang semestinya,janganlah kikir kepada orang miskin,
jangablah kikir kepada pendeta, karena Tuhan murka dengan ornag-orang seperti
itu, akhirnya tidak baik, mendapat celaka yang tak berujung, bagi para dewa,
yang mempunyai kelebihan secara pribadi, tidak seperti Bathara Nilakantha
Isi
teks: cuplikan teks di atas berisi tentang nasehat untuk kita semua,agar
berzakat kepada fakir miskin dan pendeta,dan janganlah kita bersifat
kikir,karena Tuhan tidak menyukai sifat itu.
g.
Dhandhanggula
(2)Iwir
wana kaananing kaywaking, ragas anggerti dening kanginan, temah ingobar alase,
rusak wana katunu, yeku iwirning menawa nenggih, ring wong abecik awya, age-age
ngaku, wani digjayeng ayuda, neng ngarsaning nata lamun, durung uwis,
ngasoraken kang prawira.
(3)Jangkep
satus kasor kang prajurit, katawan neng madyaning ngalaga, awya ngaku
pandhitane, yen durung sang awiku, ngasoraken satus pra resi, lan angumpulena,
kang bisa wong sewu, tur ingkang padha pandhita, ingkang sewu prandene kasoran
dening, wong ingkang widayaka.
(6)akeh-akeh
wisayaning janmi, Ratu datan jrih ing kasalahan, tan nolih mring karatone,
ilang tyasing sang wiku, santosane mungguh ing Widi, tan kajeng kasangsaran,
ing sapurungipun, anak samnya ngala-ala, maring Bapa tan jrih ing tulah sarik,
Dyah nir tang kawirangan.
Artinya:
(2)keadaan hutan itu, rontok karena terkena angin, hutannya terbakar, hutan itu
terlihat rusak, kepada orang yang baik,segeralah mengakuinya, berani diajak
perang, di depan Ratu, belum slesai, merendahkan yang perwira. (3) lengkaplah seratus prajurit yang
direndahkan, tertahan di tepat peperangan, jangan mengaku pendeta, kalau belum
menjadi pertapa, merendahkan seratus resi, dan mengumpulkan, sampai bisa
mengumpulke seribu orang, dan yang sama dengan pendeta, sedangkan yang seribu
itu juga direndahkan, orang yang pintar. (6)banyak alat-alat manusia, Ratu
tanpa takut akan kesalahan, tidak kembali ke keratone, hilang dari hatinya sang
pertapa, sentosannya kepada Tuhan, supaya tidak sengsara, dalam
purungnya,anaknya mejelek-jelekka, kepada bapak tidak takut dengan karma,
putrinya terjauh dari rasa malu.
Isi
teks: inti dari teks di atas,jangan suka merendahkan orang lain,dan jangan
ngelawan kepada orang tua,karena karma itu ada.
·
Kode Sastra
a.
Dhandhanggula
(6) tumut sarwa nora bangkit, mukanira kadya lenging gua, kewala
melongo bae, mangkana ing tumuwuh, wruhing wisa sakiki-siki, wisaning wong
anembah, ing Ywang Maha Gung, yen carobo ing tyasira, dadya reged kethuh amatuh
mulintir, nembahe tan katrimah.
b. Sinom
(2)Trus sagunging pangawikan,
sampurnaning para bekti, yen sira amangun yuda, micaraa rehing jurit, sudira
amrih titih, widigdayaning prang pupuh, mring
wanining kang bala, mandining ula upami, lan galaking singa yekti kena ilang.
(cuplikan tembang sinom bait 2)
Artinya : semua ilmu, sempurnanya
orang-orang yang berbakti, kalau kamu mengadakan perang maka yang dibicarakan
adalah peperangan, bersemangatlah saat menjalaninnya, seperti halya perang
pupuh, kepada prajurit yang ikut perang, bagaikan ular yang ganas,dan ganasnya
singa ketika diganggu.
(16)ingkang lembu panengranya, yen
swaranira geng yekti, kedhik puhane tan misra, wong miskin mengkono malih,
keh-akeh solahneki, bawane denya mrih antuk, cukupa kang binoja, mangkana wong
kurang warni, ing tegese tan gambuh
rupane ala.(cuplikan tembang Sinom bait 16)
Artinya:
sapinya yang menjadi pertanda, kalau suaranya benar-benar besar, tidak pantas
ika sedikit air susunya,begitu juga orang miskin, banyak tingkahnya, pasti
mendapatkan ganjaran yang setimpal dari kelakuannya, cukup yang beruntung,
begitulah orang yang kurang memperhatikan wajah, maksudnya tidak malu walaupun
tidak rupawan.
Dalam bait 2,terdapat perumpamaan yang
merupakan imajinasi pengarang untuk memperindah karya itu, pada bait 16
terdapat keterkaitan tembang antara tembang Sinom dengan gambuh yang merupakan
tembang selanjutya,atau sering disebut Sasmitaning
tembang.
c. Pocung
(15)Pandhita gung,utama ambek
rahayu, tan tiru wong tuwa, ewuhing aurip iki, ala ayu gumelar ung dhandhanggula.(cuplikan tembang Pocung bait 15)
Artinya : pendeta agung, yang utama juga
selamat, tidak meniru orang tuanya, malunya hidup ini, cantik jelek besar di
dhandhanggula.
Dalam bait tersebut terdapat sasmitaning
tembang antara Pocung dengan Dhandhanggula.
d. Dhandhanggula
(4)Kang akendel nanging ayya kadi, kekendelaning singa susuta, amung
sapisan kendele, mukyaning busaneku, kang linewihaken ta dening, para sujana
datan liyan saking kampuh, yen mungguh ing papanganan, puwan sapi kang
linewihaken dening, bremana resi sabrang.
Artinya
: bekerja keraslah akan tetapi jangan seperti, kerja kerasnya singa susuta,
hanya sekali kerja kerasnya, yang pertama dari busananya itu, yang mempunyai
kelebihan, para orang pintar tanpa orang lain dari (kampuh), kalau untuk
makanan, alat pemeras susu sapi yang dianggap mempunyai kelebihan oleh, Bremana
Resi dari sabrang.
(9)yen lakine mati milu mati, nora
mati asuduka jiwa, myang ta kuwu ing sentrane, yeka kewala lamun,lakinipun
tumekeng pati, tan karsa krama liyan, tumeka ing lampus, yeka dyah kang
patibrata, sadya tumut mring delahan wong kekalih, tembe kanthena asta.(cuplikan tembang Dhandhanggula bait 9)
Artinya: jika suaminya mati ikut mati,
tidak mati berdukalah jiwanya, kepada lurah di tempatnya, yaitu
masanyai,datangnya kematian kepada sang suami, tidak ingin menikah dengan
lainnya, datangnya kematian, yaitu putri yang mati bertapa, bersedia ikut
kepada keduannya, baru saja bergandengan tangan.
Pada bait ke 4,terdapat perumpamaan yang
artinya sudah tersirat di dalam perumpamaan itu,fungsinya untuk menambah
keindahan dan membuat para pembaca penasaran,kemudian pada bait ke 9 terdapat
sasmitaning tembang antara dhandhanggula dengan kinanthi yang merupakan tembang
selanjutnya.
e. Kinanthi
(9)munggeng pasarnuhan samun,
nyanyengit nora prak ati, iwir sekar tepus uapama, manggah warnaning abrit, nanging
sepi tanpa ganda, lamun kembang nora wangi.(cuplikan tembang kinanthi bai 9)
Dalam cuplikan di atas pengarang menggunakan perumpamaan,agar memperindah
karyanya dan menarik pembaca untuk mencari tahu.
f. Asmarandana
(2)pecah tan kena pinulih, mangkana ingkang upama, tegal yen ilang
sukete, sayekti enggal tinilar, ing buron kang mamangan, dadya sepi kirang
semu, tuwin bangsawan lamun sat. (cuplika tembang Asmarandana bait 2)
Artinya : tidak pecah terkena (pinulih),
begitulah umpamanya, tegalan yang hilang rumputnya, benar-benar akan segera
ditinggalkan, para pemburu makanan, jadi sepi kurang semu, dan bangsawan jadi
hilang.
(18)angalenthar tanpa dadi, jerih
cinobeng kasuran, yen wus catur pariksane, sepi tan tumamang angga, iku wong
tan prayoga, yen winora denya lungguh, sinoming
para sujana. (cuplikan Asmarandana bait 18)
Pada ulasan di atas,dalam bait ke 2
terdapat ungkapan yang fungsinya sama dengan ungkapan yang lainnya,yaitu
imajinasi pengarang. Sedangkan bait 18 terdapat sasmitaning tembang antara
Asmarandana dengan sinom yang merupakan tembang selanjutnya.
g. Sinom
(15)teka marani barah, kudhis nanah
denleketi, iwir paksi bango upama, lamun miber angluwihi, angayuh ing wiyati,
kadya silem mega biru, singgih papatensira, mintaa kasekten adi, mring sawarga milalu andemung lola.(cuplikan
tembang sinom bait 15)
Dalam cuplikan teks di atas bait ke 15
dari tembang terdapat sasmitaning tembang antara sinom dengan Juru demung yang
merupakan tembang selanjutnya.
h. Juru
Demung
(9)marmane suteng sujana, aja katungkul
gumunggung, mameng-ameng tanpa urus, akarya susahing yayah, akarya prihatin ing
biyung, tansah peteng ingkang manah, sungkawane
tanpa madu.(cuplikan tembang Juru Demung bait 9)
Dari
cuplikan di atas dapat kita lihat adanya sasmitaning tembang antara tembang
Juru Demung dengan tembang selanjutnya yaitu Dhandhanggula.
III.
Kode
Budaya
a. Dhandhanggula
(2)
Wuryaning reh janma kang datan wrin,subasita
yeku ingaranan, wong midha punggung yektine,tegesing midha punggung,midha
bodho tan wrin ing westhi, tegesing punggung janma,sor pamilihipun,lan malih kang subasita,ing tegese silakrama kang rumiyin,kapindho basakrama.
(3)
tegesing sila punika linggih,tegesing krama punika basa, basa kang becik
tembunge, kadya ta yen alungguh,
pasamuan dipunbecik, wong ambekel kelawan, iya wong ambatur, wa carub ing lenggah, myang babasan tan
sayogya awor titih, andhap luhuring
janma.
(10)
Bisa angresi ing tyase sami, para sujana saarjeng netya, pan janmadika ambeke,
amumpuni sawegung, agung paramartanireki, kadya
ta yen wong priya, ing sayogyanipun, yen pareka lawan wanudya, Garwanira myang
selirira upami.(cuplikan tembang macapat bait ke 2,3,dan 10)
Analisis:
Pada cuplikan bait di atas terkandung kode budaya, suasana dalam bait 2 dan 3,
menunjukkan wejangan tentang tata krama yang haris dimiliki oleh pemuda kepada
orang yang lebih tua,sedangkan dalam bait ke 10,menggambarkan wejangan bahwa
seorang laki-laki seharusnya beristrikan seorang wanita.
b. Sinom
(2)Trus sagunging pangawikan,
sampurnaning para bekti, yen sira amangun yuda, micaraa rehing jurit, sudira
amrih titih, widigdayaning prang pupuh, mring wanining kang bala, mandining ula
upami, lan galaking singa yekti kena ilang.(cuplikan tembang Sinom bait ke 2).
Analisis: pada ulasan bait di atas
terdapat kode budaya yang menggambarkan situasi peperangan.
c. Gambuh
(5)Sayekti nora wurung, rinusak dening manusya
gupuh, binabadan ginaganan dadya tegil, parandene alas iku, ngresula kanggonan
ing wong.
(6)Iya Sang Singa iku, mangsa nuli
manggiha rahayu, pasthi enggal pinaten ing manusyeki, parandening marang
ingsun, asring pangucape awon.
(10)Tan rininga dhusun, singa wana
sareng rusakipun, macan mati alas binabad tinegil, yeku alaning tumuwuh,
bangkelan wao-waonan.(cuplikan tembang gambuh bait ke 5,6,10)
Analisis:
dalam bait ke 5,6 ,dan 10 mengandung kode budaya yang meng-gambarkan kerusuhan
antara manusia dengan seekor singa yang akhirnya merusak hutan.
d. Pocung
(2)Kaya iku, Sang Naga pantes
tiniru, duk binuru marang, nenggih ri Sang Endra Paksi, dumadakan Sang Naga
kapanggih lawan.(cuplikan tembang pocung bait ke 2)
Analisis: cuplikan di atas mengandung
kode budaya yang menggambarkan kehidupan sang Naga dan seekor burung yang
menjadi bahan buruan dan akhirnya sang naga menemukan lawannya.
e. Dhandhanggula
(1)Sampun sampat neg manusya sami,
barang katon sanepa sadaya, saniskara surahsane, sayogyanya sang wiku, awya
esah denya mabekti, den kukuh tapabrata, nira supayantuk, pakoleh mulyaken
praja, lamun tuhu pangestuning para resi, praja anut raharja.(cuplikan tembang
Dhandhanggula bait ke 1)
Analisis: dalam cuplikan di
atas,pengarang berada pada masa bertapabrata,tapabrata yang sungguh-sungguh
agar mendapatkan apa yang diidnginkannya.
f. Kinanthi
(12)Gampang ing panengranipun, yen
lemu awake yekti, yen kuru punika dora, tuein wong ngaku sisirih, ngaku betah
tapabrata, penengran mengkono maning.
(13)Kalamun awake kuru, langse
pasemone resik, iku yekti nora dorayen lemu awake pasthi, dora tan betah ing
lapa, pengetaning wong asih. (cuplika tembang Kinanthi bait ke 12 dan 13)
Analisis:
dalam cuplikan di atas,pengarang mengungkapkan suasana perta-paan. Di mana
terdapat ciri-ciri oang yang berhasil dan tidak berhasil dalam bertapa.
g. Asmarandana
(5)Tan wurung tinilar nuli, mring
sagunging wadyabala, yekti sepi negarane, yekti mungguh wong sugih arta,
kalawan sugih garwa, yen prapta ing patinipun, karo tan ginawa pejah.
(6)Tan milu neng kubur sami, tan
karem neng pajartan, yen mulih kang ngiringake, sapraptaning wisma samya, anak
rabi karuna, ing sadhela milu lampus, saking dahat ing subgkawa. (cuplikan
tembang Asmarandana bait 5 dan 6)
Analisis: dalam cuplikan di atas pengarang menggambarkan
keadaan di sebuah kerajaan yang ditinggal oleh para prajuritnya,memang mempunyai
banyak harta,akan tetapi harta tidak akan dibawa mati,dan kerajaan tanpa
prajurit tak berarti apa-apa.
h. Juru
Demung
(4)putra suputra winarna, tegese
anak kang bagus, kang abangkit sarwa putus, tur limpad ing sastra arja, ing
krama alus ing tembung punika begjane samya, kalihe bapa lan babu.
(5)yen suta jalu kang rongkah,
ambeg angkuh, bodho sarwa nora pecus, mung kumenthus amelinthas, aleman digung
gumagus, tan weruh ing sastra tan bisa, tan purun sor dhirinipun. (cuplikan
tembang Juru Demung bait ke 4 dan 5)
Analisis:
dalam cuplikan di atas pengarang menggambarkan bagaimana seharusnya perilaku
anak kepada orang tuannya. Dan juga nasehat agar tidak menjadi orang yang sok
pintar,padahal nyatannya tidak bisa sama sekali.
i.
Dhandhanggula
(15)limang prakara wus angenggoni,
yekti wuru yen wuru wong ika, anemu papa temahe, lamun papa wong iku, temah
asor apes pinanggih, ring janma ywa memada, nanacad wong iku, tan ana kang
tanpa cacad, Sang Hyang guru janggane cemeng iwir mangsi, Hyang Wisnu cacadira.
(cuplikan tembang Dhandhanggula bait 15)
Analisis: Cuplikan di atas menggambarkan
lima perkara yang biasa dilakukan seseorang,salah satunya mengungkit kekurangan
orang lain,padahal tidak hanya manusia saja yang memiliki kekurangan,bahkan
dewa juga memiliki kekurangan.
No comments:
Post a Comment