Sunday, June 29, 2014

kajian serat panitisastra

I.                   Serat Panitisastra
Serat panitisastra yaitu salah satu sastra piwulang  yang sebenarnya serat Nitisastra yang menggunakan bahasa Djarwa. Serat ini ketika tahun 1725 (1789M) dari bahasa Kawi disalin ke dalam bahasa Kawi-miring. Kemudian tahun 1735 (1808M),kemdian disusul kitab berbahasa Kawi-Djarwa. Setelah tahun 1746 (1819M),diubah ke dalam bahasa prosa oleh Raden Pandji Puspawilaga. Dibuat pada tahun 1843 pada zaman pemerintahan Sri Susuhunan P.B.VII.
Serat ini diedarkan di Surakarta,pada bait pertama tembang dhandhanggula menunjukkan asal muasalnya serat ini,yang berbunyi:
Makritya ring agnya narpasiwi,nular pralampitaning Sang Wusman,Ing Surakarta wedhare,tata tri gora ratu,Ri sangkala witning winarti,Nitisastra inaran,winarnaeng kidung,kadi kadanging sarjawa,limaksana sasananing kang janmadi,adi yang kadriyana.
      Yang artinya: akan mengerjakan perintah raja putra,meniru lambang-lambang sang wusman,di Surakarta terbabarnya,tahun 1735 dibuatnya,dinamakan Nitisastra,tergubah dalam kidung,kawi yang karib kepada jarwa,lalu ditempat manusia luhur,itu kalau (boleh) mendapat perhatian.
Serat ini memiliki bagian-bagian sebagai berikut:
1.      Dhandhanggula           10 bait
2.      Sinom                          16 bait
3.      Gambuh                      10 bait
4.      Pocung                        19bait
5.      Dhandhanggula           14 bait
6.      Kinanthi                      20 bait
7.      Asmarandana              18 bait
8.      Sinom                          15 bait
9.      Juru Demung               9 bait
10.  Dhandhanggula           19 bait
II.                Analisis Semiotik
·         Kode Bahasa
Yang perlu diperhatikan di dalam Kode Bahasa:
·         struktur,
·         diksi,
·         kosakata,
·         urutan kata,
·         isi teks secara harfiah.

a.       Dhandhanggula
(1)Makritya ring agnya narpasiwi,nular pralampitaning Sang Wusman,Ing Surakarta wedhare,tata tri gora ratu,Ri sangkala witning winarti,Nitisastra inaran,winarnaeng kidung,kadi kadanging sarjawa,limaksana sasananing kang janmadi,adi yang kadriyana.(cuplikan tembang Dhandhanggula bait 1)
       Yang artinya: akan mengerjakan perintah raja putra,meniru lambang-lambang sang wusman,di Surakarta terbabarnya,tahun 1735 dibuatnya,dinamakan Nitisastra,tergubah dalam kidung,kawi yang karib kepada jarwa,lalu ditempat manusia luhur,itu kalau (boleh) mendapat perhatian.
       Isi teks: cuplikan di atas menggambarkan pembuatan serat Panitisastra,atau asal muasalnya serat Panitisastra.
 (6) Arsa tumut sarwa nora bangkit, mukanira kadya lenging gua, kewala melongo bae, mangkana ing tumuwuh, wruhing wisa sakiki-siki, wisaning wong anembah, ing Ywang Maha Gung, yen carobo ing tyasira, dadya reged kethuh amatuh mulintir, nembahe tan katrimah(cuplikan tembang dhandhanggula bait 6)
       b.  Sinom
(1) Muwus arum ing pareman, wiyosing sabda minta sih, den amanis manohara, den alus den ngarih-arih, prihen lunturing kang sih, ywa kongsi rengat ing kalbu, yen sira lulungguhan, lan para pandhita sami, atanyaa sagung ujaring kang sastra. (cuplikan tembang sinom bait 1)
Artinya: Berbicara dengan sangat pelan dan halus dalam percakapan, perkataan yang keluar sangatlah manis, semanis manohara, yang halus dan menasehati secara halus, jangan sampai rasa sayangnya hilang, jangan samapi hilang dari hati, dan jika kamu sedang duduk, dengan para pendeta juga, tanyakanlah semuannya tentang ucapan-ucapan yang mengandung sastra.
(7) yeku cih naning anyata, jati kula araneki, tandhaning janma utama, ing panengran tan ngendrani, iwire tan cidreng jangji, ring antara wus tinemu, yekang aran pandhita, sastra genyang ta lirneki, tar angendhak sagung patanyan, kang prapta. (cuplikan tembang Sinom pupuh 7)
Artinya: itulah nyatanya, sebenarnya itu namanya, yang menunjukkan orang utama, dapat dilihat dari tanda-tanda yang ada, tidak pernah ingkar janji, diantarannya sudah ditemukan, yang diberi nama pendeta, sastra itu terlihat menyenangkan, tidak dapat berhenti menanyakan tentang itu, yang akan datang.
Isi teks: Dalam cuplikan di atas berisi tentang bagaimana kita bertutur kata yang baik sebagai remaja atau pemuda sebagaimana semestinya. Dan juga menggambarkan seorang pendeta yang tidak pernah mengingkari janjinya.
b.      Pocung
(5)Wuwusipun, Bathara Sramba sireksu, heh Naga iya, sira apa arsa urip, iya ingsun kang tutulung marang sira. (cuplikan tembang pocung bait 5)
(6) aturipun Sang Naga inggih kalangkung, kawularsa gesang, nuhun itulung sayekti ing Bethara dadya manggih raharjo. (cuplikan Tembang pocung bait 6)
       Artinya : (5) ujarnya, Bethara Sramba kepadanya, heh kamu Naga, apa kamu ingin hidup, aku yang akan menolong mu. (6) Sang Naga menjawab, saya ingin hidup, terima kasih atas pertolongan dari Bethara semoga menjadi raharja.
       Isi teks: dari ulasan di atas berisikan percakapan antara Bethara Sramba yang ingin membantu Naga untuk menajalani hidupnya.
c.       Dhandhanggula
(1) Sampun sampat neg manusya sami, barang katon sanepa sadaya, saniskara surahsane, sayogyanya sang wiku, awan esah denya mabeki, den kukuh tapabrata, nira supayantuk, pakoleh mulyaken praja, lamun tuhu pangestuning para resi, praja anut raharja.
(3)marang wadyatantranta sakyehing, miwah sekul ulam den aumrah, palane kedhep niitine, saparentahe tinut, ajrihira pan ajrih asih, kukuh prajane karta, tekeng tepis dhusun, kawengan dana sang nata, lau mungguh ing wanudya yen alaki, olehe anak lanang. (cuplikan tembang dhandhanggula bait 1 dan 3)
       Artinya : (1) sudah tersedia untuk semua manusia, semua yang terlihat hanyalah sebuah perumpamaan, semua artinya, bagaimana seharusnya sang pendeta pertapa, jangan mengeluh jika ingin berbakti, bertapa bratalah dengan kukuh, supaya mendapat apa yang kamu inginkan, mendapatkan kemulyaan dari rakyat, dan mendapatkan restu dari para resi yang sebenarnya, rakyat ikut raharja.
(3)kepada para tentaranya, dengan nasi ikan yang lumrah,(palane kedhep nitine) semua perintahnya dipatuhi, takutmu tetapi takut karena sayang, ketentraman rakyatnya kukuh, datang di perbatasan desa, berkalungkan pemberian dari sang Ratu, terutama untuk wanita jika bersuami, mendapat anak yanh berjenis kelamin laki-laki.
       Isi Teks: (1)dari ulasan di atas,mengandung maksud jika kita layaknya pertapa,maka bertapalah secara sungguh-sungguh agar mendapatkan apa yang kita ingikan,serta mendapatkan rest dari resi. (3)nasehat untuk para wanita yang jika ingin bersuami itu harus dengan laki-laki.
d.      Kinanthi
(6) Kadi ta sang Maha Wiku, kang linewihaken dening, tar iyan pangabektining Hyang kang Maha Luwih, kalamun wong anom ika, ingkang wibawa tur mukti.
(14)Asih pawong mitranipun, tan iyan panembramaneki pandhita panengranira, nihan wisaning kalabang, munggeng sirah unggyaneki.
(20) Kono sidaning kang ratu, sudibyo kalokeng bumi, awya na maido sira, ing wuruking para resi, dumadakan lara lapa, utama sira danami. (cuplikan tembang Kinanthi bait ke 6,14,20).
       Artinya: (6) seperti halnya Sang pendeta, yang dilebihkan, tidak seperti pengabdiannya kepada Yang Maha Segalannya, kalau pemuda itu, yang hidup senang tanpa kekurangan. (14) menyayangi seorang sahabatnya, yang tidak seperti nyanyian para pendeta pada dasanya, begitulah racunnya kelabang, yang ada di kepala ini. (20) Ratu itu, kesaktiannya terkenal di bumi, janganlah kamu  menaruh ketidak percayaan, dalam ajarannya para resi, tiba-tiba bersusah payah , kamu dinamakan yang utama.
       Isi teks : (6)mengandung maksud jika kita sebagai pemuda ingin hidup senang tanpa beban,jadilah layaknya pendeta yang senantiasa selalu mengabdi kepada Yang Maha Segalanya. (14) hendaknya kita menyayangi sahabat kita sendiri,jangan seperti keabang yang mengeluarkan upasnya,karena akan menyakiti orang lain. (20)  hendaknya kita menghargai orang yang lebih dari kita,tanpa menaruh rasa curiga terhadapnya.
e.       Asmarandana
(3)Tan sinaba dening paksi, paksi kang saba ing toya, yen pandhita upamane, tilar pangabektinira, nuju becik kang dina, supe ing penambahanipun, yekti doh lan pangerannya.
(4)Kalamun pandhita pasthi, tebih lan pangeranira, manggih cilaka lemahe, mangkana sang maharja, yen tan parikseng bala, kurang paramartanipun, anggung rengu aduduka.
       Artinya: (3) tidak pernah didatangi oleh burung, burung yang sering berada di air, seandainnya kalau pendeta, meninggalkan kebaktiannya, menuju hari yang bagus, lupa dengan statusnya sebagai pendeta, pendeta yang jauh dari Tuhannya. (4) kalau takdir pendeta, jauh dari Tuhannya, celaka yan akan dijumpai, begitu pula Sang maharaja, kalau tidak melihat para tentarannya, kurang baik budinya, akan marah.
       Isi teks: (3) walaupun orang itu berstatus sebagai pendeta,akan tetapi jika meninggalkan kebaktiannya bisa lupa dengan statusnya. (4) cuplikan di atas berisi tentang pendeta yang jauh dari Tuhannya dan akan celaka jika budinya kurang baik.
f.       Sinom
(10)reksanen ingkang utama, tegesipun kang prayogi, wewehna kang prayogi, wewehna para pandhita, jakatna ing pekir miskin, tulang meing repot sami, kinarya ganjar ing wadu, yen wong sugih upama, eman kalamun amendhita, datan arsa jakat mring para pandhita.
(12)mangkana ngaurip samya,awya kumed ing wong miskin, kumed ing pandhita, dinukan dening Ywang Widi, ing akir tanpa prayogi, nemu cilaka tan wurung, mungguh kang para dewa, kang linewihaken pribadi, datan kadya sang Bathara Nilakantha.

       Artinya: (10)rawatlah yang utama, maksudnya yang semestinya, berikan yang terbaik, berikan para pendeta, berzakatlah kepada fakir miskin, ikut merasakan repotnya sesama, akan mendapat ganjaran dari prajurit, kalau seumpama orang kaya,kikir kalau dengan para pendeta, tanpa keinginan untuk berzakat kepada pendeta. (12)begitulah hidup yang semestinya,janganlah kikir kepada orang miskin, jangablah kikir kepada pendeta, karena Tuhan murka dengan ornag-orang seperti itu, akhirnya tidak baik, mendapat celaka yang tak berujung, bagi para dewa, yang mempunyai kelebihan secara pribadi, tidak seperti Bathara Nilakantha
       Isi teks: cuplikan teks di atas berisi tentang nasehat untuk kita semua,agar berzakat kepada fakir miskin dan pendeta,dan janganlah kita bersifat kikir,karena Tuhan tidak menyukai sifat itu.
g.      Dhandhanggula
(2)Iwir wana kaananing kaywaking, ragas anggerti dening kanginan, temah ingobar alase, rusak wana katunu, yeku iwirning menawa nenggih, ring wong abecik awya, age-age ngaku, wani digjayeng ayuda, neng ngarsaning nata lamun, durung uwis, ngasoraken kang prawira.
(3)Jangkep satus kasor kang prajurit, katawan neng madyaning ngalaga, awya ngaku pandhitane, yen durung sang awiku, ngasoraken satus pra resi, lan angumpulena, kang bisa wong sewu, tur ingkang padha pandhita, ingkang sewu prandene kasoran dening, wong ingkang widayaka.
(6)akeh-akeh wisayaning janmi, Ratu datan jrih ing kasalahan, tan nolih mring karatone, ilang tyasing sang wiku, santosane mungguh ing Widi, tan kajeng kasangsaran, ing sapurungipun, anak samnya ngala-ala, maring Bapa tan jrih ing tulah sarik, Dyah nir tang kawirangan.
       Artinya: (2)keadaan hutan itu, rontok karena terkena angin, hutannya terbakar, hutan itu terlihat rusak, kepada orang yang baik,segeralah mengakuinya, berani diajak perang, di depan Ratu, belum slesai, merendahkan yang perwira.   (3) lengkaplah seratus prajurit yang direndahkan, tertahan di tepat peperangan, jangan mengaku pendeta, kalau belum menjadi pertapa, merendahkan seratus resi, dan mengumpulkan, sampai bisa mengumpulke seribu orang, dan yang sama dengan pendeta, sedangkan yang seribu itu juga direndahkan, orang yang pintar. (6)banyak alat-alat manusia, Ratu tanpa takut akan kesalahan, tidak kembali ke keratone, hilang dari hatinya sang pertapa, sentosannya kepada Tuhan, supaya tidak sengsara, dalam purungnya,anaknya mejelek-jelekka, kepada bapak tidak takut dengan karma, putrinya terjauh dari rasa malu.
       Isi teks: inti dari teks di atas,jangan suka merendahkan orang lain,dan jangan ngelawan kepada orang tua,karena karma itu ada.
·                     Kode Sastra
a.      Dhandhanggula
(6) tumut sarwa nora bangkit, mukanira kadya lenging gua, kewala melongo bae, mangkana ing tumuwuh, wruhing wisa sakiki-siki, wisaning wong anembah, ing Ywang Maha Gung, yen carobo ing tyasira, dadya reged kethuh amatuh mulintir, nembahe tan katrimah.
b.      Sinom
(2)Trus sagunging pangawikan, sampurnaning para bekti, yen sira amangun yuda, micaraa rehing jurit, sudira amrih titih, widigdayaning prang pupuh, mring wanining kang bala, mandining ula upami, lan galaking singa yekti kena ilang. (cuplikan tembang sinom bait 2)
       Artinya : semua ilmu, sempurnanya orang-orang yang berbakti, kalau kamu mengadakan perang maka yang dibicarakan adalah peperangan, bersemangatlah saat menjalaninnya, seperti halya perang pupuh, kepada prajurit yang ikut perang, bagaikan ular yang ganas,dan ganasnya singa ketika diganggu.
(16)ingkang lembu panengranya, yen swaranira geng yekti, kedhik puhane tan misra, wong miskin mengkono malih, keh-akeh solahneki, bawane denya mrih antuk, cukupa kang binoja, mangkana wong kurang warni, ing tegese tan gambuh rupane ala.(cuplikan tembang Sinom bait 16)
       Artinya: sapinya yang menjadi pertanda, kalau suaranya benar-benar besar, tidak pantas ika sedikit air susunya,begitu juga orang miskin, banyak tingkahnya, pasti mendapatkan ganjaran yang setimpal dari kelakuannya, cukup yang beruntung, begitulah orang yang kurang memperhatikan wajah, maksudnya tidak malu walaupun tidak rupawan.
       Dalam bait 2,terdapat perumpamaan yang merupakan imajinasi pengarang untuk memperindah karya itu, pada bait 16 terdapat keterkaitan tembang antara tembang Sinom dengan gambuh yang merupakan tembang selanjutya,atau sering disebut Sasmitaning tembang.
c.       Pocung
(15)Pandhita gung,utama ambek rahayu, tan tiru wong tuwa, ewuhing aurip iki, ala ayu gumelar ung dhandhanggula.(cuplikan tembang Pocung bait 15)
       Artinya : pendeta agung, yang utama juga selamat, tidak meniru orang tuanya, malunya hidup ini, cantik jelek besar di dhandhanggula.
       Dalam bait tersebut terdapat sasmitaning tembang antara Pocung dengan Dhandhanggula.
d.      Dhandhanggula
(4)Kang akendel nanging ayya kadi, kekendelaning singa susuta, amung sapisan kendele, mukyaning busaneku, kang linewihaken ta dening, para sujana datan liyan saking kampuh, yen mungguh ing papanganan, puwan sapi kang linewihaken dening, bremana resi sabrang.
       Artinya : bekerja keraslah akan tetapi jangan seperti, kerja kerasnya singa susuta, hanya sekali kerja kerasnya, yang pertama dari busananya itu, yang mempunyai kelebihan, para orang pintar tanpa orang lain dari (kampuh), kalau untuk makanan, alat pemeras susu sapi yang dianggap mempunyai kelebihan oleh, Bremana Resi dari sabrang.
(9)yen lakine mati milu mati, nora mati asuduka jiwa, myang ta kuwu ing sentrane, yeka kewala lamun,lakinipun tumekeng pati, tan karsa krama liyan, tumeka ing lampus, yeka dyah kang patibrata, sadya tumut mring delahan wong kekalih, tembe kanthena asta.(cuplikan tembang Dhandhanggula bait 9)
       Artinya: jika suaminya mati ikut mati, tidak mati berdukalah jiwanya, kepada lurah di tempatnya, yaitu masanyai,datangnya kematian kepada sang suami, tidak ingin menikah dengan lainnya, datangnya kematian, yaitu putri yang mati bertapa, bersedia ikut kepada keduannya, baru saja bergandengan tangan.
       Pada bait ke 4,terdapat perumpamaan yang artinya sudah tersirat di dalam perumpamaan itu,fungsinya untuk menambah keindahan dan membuat para pembaca penasaran,kemudian pada bait ke 9 terdapat sasmitaning tembang antara dhandhanggula dengan kinanthi yang merupakan tembang selanjutnya.



e.       Kinanthi
(9)munggeng pasarnuhan samun, nyanyengit nora prak ati, iwir sekar tepus uapama, manggah warnaning abrit, nanging sepi tanpa ganda, lamun kembang nora wangi.(cuplikan tembang kinanthi bai 9)
       Dalam cuplikan di atas pengarang  menggunakan perumpamaan,agar memperindah karyanya dan menarik pembaca untuk mencari tahu.
f.       Asmarandana
(2)pecah tan kena pinulih, mangkana ingkang upama, tegal yen ilang sukete, sayekti enggal tinilar, ing buron kang mamangan, dadya sepi kirang semu, tuwin bangsawan lamun sat. (cuplika tembang Asmarandana bait 2)
       Artinya : tidak pecah terkena (pinulih), begitulah umpamanya, tegalan yang hilang rumputnya, benar-benar akan segera ditinggalkan, para pemburu makanan, jadi sepi kurang semu, dan bangsawan jadi hilang.
(18)angalenthar tanpa dadi, jerih cinobeng kasuran, yen wus catur pariksane, sepi tan tumamang angga, iku wong tan prayoga, yen winora denya lungguh, sinoming para sujana. (cuplikan Asmarandana bait 18)
       Pada ulasan di atas,dalam bait ke 2 terdapat ungkapan yang fungsinya sama dengan ungkapan yang lainnya,yaitu imajinasi pengarang. Sedangkan bait 18 terdapat sasmitaning tembang antara Asmarandana dengan sinom yang merupakan tembang selanjutnya.

g.      Sinom
(15)teka marani barah, kudhis nanah denleketi, iwir paksi bango upama, lamun miber angluwihi, angayuh ing wiyati, kadya silem mega biru, singgih papatensira, mintaa kasekten adi, mring sawarga milalu andemung lola.(cuplikan tembang sinom bait 15)
       Dalam cuplikan teks di atas bait ke 15 dari tembang terdapat sasmitaning tembang antara sinom dengan Juru demung yang merupakan tembang selanjutnya.
h.      Juru Demung
(9)marmane suteng sujana, aja katungkul gumunggung, mameng-ameng tanpa urus, akarya susahing yayah, akarya prihatin ing biyung, tansah peteng ingkang manah, sungkawane tanpa madu.(cuplikan tembang Juru Demung bait 9)
       Dari cuplikan di atas dapat kita lihat adanya sasmitaning tembang antara tembang Juru Demung dengan tembang selanjutnya yaitu Dhandhanggula.
III.             Kode Budaya
a.       Dhandhanggula
(2) Wuryaning reh janma kang datan wrin,subasita yeku ingaranan, wong midha punggung yektine,tegesing midha punggung,midha bodho tan wrin ing westhi, tegesing punggung janma,sor pamilihipun,lan malih kang subasita,ing tegese silakrama kang rumiyin,kapindho basakrama.
(3) tegesing sila punika linggih,tegesing krama punika basa, basa kang becik tembunge, kadya ta yen alungguh, pasamuan dipunbecik, wong ambekel kelawan, iya wong ambatur, wa carub ing lenggah, myang babasan tan sayogya awor titih, andhap luhuring janma.
(10) Bisa angresi ing tyase sami, para sujana saarjeng netya, pan janmadika ambeke, amumpuni sawegung, agung paramartanireki, kadya ta yen wong priya, ing sayogyanipun, yen pareka lawan wanudya, Garwanira myang selirira upami.(cuplikan tembang macapat bait ke 2,3,dan 10)
Analisis: Pada cuplikan bait di atas terkandung kode budaya, suasana dalam bait 2 dan 3, menunjukkan wejangan tentang tata krama yang haris dimiliki oleh pemuda kepada orang yang lebih tua,sedangkan dalam bait ke 10,menggambarkan wejangan bahwa seorang laki-laki seharusnya beristrikan seorang wanita.
b.      Sinom
(2)Trus sagunging pangawikan, sampurnaning para bekti, yen sira amangun yuda, micaraa rehing jurit, sudira amrih titih, widigdayaning prang pupuh, mring wanining kang bala, mandining ula upami, lan galaking singa yekti kena ilang.(cuplikan tembang Sinom bait ke 2).
       Analisis: pada ulasan bait di atas terdapat kode budaya yang menggambarkan situasi peperangan.
c.       Gambuh
 (5)Sayekti nora wurung, rinusak dening manusya gupuh, binabadan ginaganan dadya tegil, parandene alas iku, ngresula kanggonan ing wong.
(6)Iya Sang Singa iku, mangsa nuli manggiha rahayu, pasthi enggal pinaten ing manusyeki, parandening marang ingsun, asring pangucape awon.
(10)Tan rininga dhusun, singa wana sareng rusakipun, macan mati alas binabad tinegil, yeku alaning tumuwuh, bangkelan wao-waonan.(cuplikan tembang gambuh bait ke 5,6,10)
       Analisis: dalam bait ke 5,6 ,dan 10 mengandung kode budaya yang meng-gambarkan kerusuhan antara manusia dengan seekor singa yang akhirnya merusak hutan.
d.      Pocung
(2)Kaya iku, Sang Naga pantes tiniru, duk binuru marang, nenggih ri Sang Endra Paksi, dumadakan Sang Naga kapanggih lawan.(cuplikan tembang pocung bait ke 2)
       Analisis: cuplikan di atas mengandung kode budaya yang menggambarkan kehidupan sang Naga dan seekor burung yang menjadi bahan buruan dan akhirnya sang naga menemukan lawannya.
e.       Dhandhanggula
(1)Sampun sampat neg manusya sami, barang katon sanepa sadaya, saniskara surahsane, sayogyanya sang wiku, awya esah denya mabekti, den kukuh tapabrata, nira supayantuk, pakoleh mulyaken praja, lamun tuhu pangestuning para resi, praja anut raharja.(cuplikan tembang Dhandhanggula bait ke 1)
       Analisis: dalam cuplikan di atas,pengarang berada pada masa bertapabrata,tapabrata yang sungguh-sungguh agar mendapatkan apa yang diidnginkannya.
f.       Kinanthi
(12)Gampang ing panengranipun, yen lemu awake yekti, yen kuru punika dora, tuein wong ngaku sisirih, ngaku betah tapabrata, penengran mengkono maning.
(13)Kalamun awake kuru, langse pasemone resik, iku yekti nora dorayen lemu awake pasthi, dora tan betah ing lapa, pengetaning wong asih. (cuplika tembang Kinanthi bait ke 12 dan 13)
       Analisis: dalam cuplikan di atas,pengarang mengungkapkan suasana perta-paan. Di mana terdapat ciri-ciri oang yang berhasil dan tidak berhasil dalam bertapa.
g.      Asmarandana
(5)Tan wurung tinilar nuli, mring sagunging wadyabala, yekti sepi negarane, yekti mungguh wong sugih arta, kalawan sugih garwa, yen prapta ing patinipun, karo tan ginawa pejah.
(6)Tan milu neng kubur sami, tan karem neng pajartan, yen mulih kang ngiringake, sapraptaning wisma samya, anak rabi karuna, ing sadhela milu lampus, saking dahat ing subgkawa. (cuplikan tembang Asmarandana bait 5 dan 6)
       Analisis: dalam cuplikan di atas pengarang menggambarkan keadaan di sebuah kerajaan yang ditinggal oleh para prajuritnya,memang mempunyai banyak harta,akan tetapi harta tidak akan dibawa mati,dan kerajaan tanpa prajurit tak berarti apa-apa.
h.      Juru Demung
(4)putra suputra winarna, tegese anak kang bagus, kang abangkit sarwa putus, tur limpad ing sastra arja, ing krama alus ing tembung punika begjane samya, kalihe bapa lan babu.
(5)yen suta jalu kang rongkah, ambeg angkuh, bodho sarwa nora pecus, mung kumenthus amelinthas, aleman digung gumagus, tan weruh ing sastra tan bisa, tan purun sor dhirinipun. (cuplikan tembang Juru Demung bait ke 4 dan 5)
       Analisis: dalam cuplikan di atas pengarang menggambarkan bagaimana seharusnya perilaku anak kepada orang tuannya. Dan juga nasehat agar tidak menjadi orang yang sok pintar,padahal nyatannya tidak bisa sama sekali.

i.        Dhandhanggula
(15)limang prakara wus angenggoni, yekti wuru yen wuru wong ika, anemu papa temahe, lamun papa wong iku, temah asor apes pinanggih, ring janma ywa memada, nanacad wong iku, tan ana kang tanpa cacad, Sang Hyang guru janggane cemeng iwir mangsi, Hyang Wisnu cacadira. (cuplikan tembang Dhandhanggula bait 15)
       Analisis: Cuplikan di atas menggambarkan lima perkara yang biasa dilakukan seseorang,salah satunya mengungkit kekurangan orang lain,padahal tidak hanya manusia saja yang memiliki kekurangan,bahkan dewa juga memiliki kekurangan.















No comments:

Post a Comment