Sunday, June 29, 2014

morfologi

KATA SIFAT

            Seperti yang telah dikemukakan di atas,kita sering kali menemukan kesulitan tiap kali menentukan kata sifat atau bukan,maka kata sifat memiliki batasan dan ciri penanda tersendiri untuk mencari jalan keluar atas masalah tersebut.
I.                   Batasan Kata Sifat
Kata Sifat atau adjektiva adalah kata yang berfungsi sebagai modifikator nomina. Modifikator ini memberi keterangan tentang sifat atau keadaan nomina di dalam tataran frasa. Contoh adjektiva yang memberi keterangan tentang sifat nomina,misalnya ayu ‘cantik’,panas ‘panas’,dan kuning ‘kuning’.
Bocah ayu ‘anak cantik’
Banyu panas ‘air panas’
Klambi kuning ‘baju kuning’
Contoh adjektiva yang memberi keterangan tentang keadaan nomina,misalnya lara ‘sakit’,kuna ‘kuno’, dan anyar ‘baru’,seperti:
Wong lara ‘orang sakit’
Omah kuna ‘rumah kuno’
Sandhal  Anyar ‘sandal baru’
Untuk menentukan suatu kata merupakan adjektiva atau bukan,digunakan dua macam ciri atau penentu,yaitu penentu morfemis dan penentu sintaksis.
1.      Penanda Morfologis
Seperti yang telah dikemukakan di atas,untuk menentukan suatu kata dapat dimasukkan ke dalam kata sifat atau tidak memerlukan pedoman,pedoman pertama yaitu penanda morfologis,dengan penanda ini kita dapat mengetahui apakah kata-kata yang dianggap kata sifat dapat memenuhi ciri-ciri penanda morfologis atau tidak,jika memenuhi maka dapat digolongkan ke dalam kata sifat.



a.       Lingga (L)
Seperti halnya jenis kata yang lain,kata sifat dapat mempunyai bentuk lingga yang berdiri sendiri. Dari jenis lingga ini nantinya dapat juga dibentuk kata sifat jenis lain yang bersifat turunan.
Contoh: gampang ‘mudah’,angel ‘sukar’,sugih ‘kaya’, lemu ‘gemuk’, adoh ‘jauh’,pinter ‘pandai’,elek ;jelek’, dan lara ‘sakit’.


b.      Ke-L-en
Adjektiva cenderung dapat dilekati konfiks ke-/-en (konfiks penanda tingkat kualitas) untuk menyatakan makna ‘keterlaluan’ atau ‘keeksesifan’.
Contoh :   ketipisen (tipis ‘tipis’ + ke-/en) ‘terlalu tipis’
                 Kedhuwuren (dhuwur ‘tinggi’ + ke-/-en) ‘terlalu tinggi’                   
                 Keputihen (putih ‘putih’ + ke-/en ) ‘terlalu putih’
                 Kegampangen (gampang ‘mudah’ + ke-/en ) ‘terlalu mudah’
                 Kesenengen (seneng ‘senang’ +ke-en) ‘terlalu senang’
                 Kematengen (mateng ‘matang’ + ke-en) ‘terlalu matang’

c.       Adjektiva,untuk menyatakan makna ‘penyangatan’/Lingga berubah swara (LS)
       Kata sifat selalu dapat mengalami proses pergantian suara untuk menyatakan intensifikasi sifat kata tersebut. Selain suara  itu biasannya terjadi pada suku kata terakhir suatu kata,suku kedua,dan suku belakang,dalam bahasa jawa standar,kata-kata yang salin suara hanyalah kata sifat,seperti kata kerja dan benda tidak dapat mengalami perubahan suara.
·         Contoh peninggian vokal suku akhir,
Abang ‘merah’     →        abing   ‘merah sekali’
Dhuwur ‘tinggi’   →        dhuwur ‘sangat tinggi’
Gepeng ‘pipih’     →        geping   ‘sangat pipih’
Cilik ‘kecil’          →        cilik       ‘sangat kecil’
·         Contoh pendiftongan pada suku awal atau suku akhir,
Adoh ‘jauh’          →        aduoh ‘sangat jauh’
Dawa ‘panjang’    →        dawua ‘sangat panjang’
Enak ‘enak’          →        uenak ‘sangat enak’
Ijo ‘hijau’             →        uijo ‘hijau sekali’

·         Contoh Peninggian vocal suku akhir sekaligus pendiftongan suku awal,
Apal ‘hafal’                      →        uapil ‘hafal sekali’
Elek ‘jelek’                       →        uelik ‘sangat jelek’
Gampang ‘mudah’           →        guamping’sangat mudah’
Panas ‘panas’                   →        puanas ‘panas sekali’

       Tidak semua adjectiva dapat diberi konfiks ke-/en. Hal ini bergantung pada ada tidaknya kendala semantis. Adjectiva yang diberi konfiks ke-/-en,pada umumnya adjectiva yang mengandung makna sifat kodrati dan sifat dasar yang menyatakan kualitas dan intensitas yang bersifat fisik dan mental. Adjectiva yang mengacu pada dua sifat dasar atau lebih yang berdampingan serta adjectiva turunan tidak dapat diberi konfiks ke-/-en,contoh : kebliriken,kelorengen,kelungliten,kepungpesen.

d.      Pengulangan (DL)
       Untuk menunjukkan suatu benda yang bersifat jamak,kata sifat yang dipergunakan pun dapat mengalami proses pengulangan,walaupun perlu dicatat,bahwa tidak semua kata sifat dapat diulang.
       Contoh: angel-angel ‘sukar-sukar’, sugih-sugih ‘kaya-kaya’, anteng-anteng ‘pendiam-pendiam’, ijo-ijo ‘hijau-hijau’.
       Penanda morfologis dapat digunakan untuk menentukan jenis kata sifat,tetapi bentuk lingga dan dwilingga juga menandai jenis kata benda,kerja,tambahan. Maka agar mendapatkan petunjuk lebih jelas dan meyakinkan diterapkan penanda sintaksis.


2.      Penanda sintaksis
       Untuk menentukan jenis kata sifat, juga dapat dipergunakan penanda sintaksis. Menggunakan penanda sintaksis ini dapatlah ditentukan apakah suatu kata tertentu dimasukkan dalam suatu kelompok kata sifat atau tidak. Disebut bahasa kata sifat bahasa jawa harus di dahului oleh kata luwih, ora,rada. Dan juga harus dapat diikuti oleh kata-kata
dhewe,paling,banget.
Contoh : luwih apik, pinter dhewe, rada bagus


II.                KATA SIFAT ASLI
Maksud dari kata sifat asli yaitu kata sifat yang sudah memenuhi syarat-syarat yang menjadi ciri kata sifat. Kata sifat yang asli ini dapat berupa kata turunan maupun berupa lingga saja. Tetapi jelas yang dimaksud kata sifat asli berarti kata-kata tersebut berasal dari kata sifat (kata dasarnya merupakan kata sifat).
Arti
Bentuk
Contoh

L
Ayu, panas, kuning, lara, gampang, angel
Terlalu
Ke – L – en
Keciliken, kegedhen, kegampangen
Sangat
LS
Guanteng, gedhue, anguel, aduoh
meniru, memaksa diri ber...
kuma – L
Kumayu, kumangkel, kumawani
menyebabkan menjadi
N – DP
Memelas, nyenyerik
Jamak
DL
Apik-apik, bagus-bagus, gampang-gampang
Bersikap
mi – L
Miturut, minuhu
Bersifat
L – an
Aleman, alusan, susahan
Meniru
N – L
Ngedan
ingin memberi kesan
-um – L
Kuminter, gumedhe
Meniru
N – L – i
Mbagusi, mbocahik
bersifat menyebabkan
NL – i
Ngedani, maregi
meniru yang berlebihan
-um – DL
Kumudu-kudu, kuminter-pinter

1.      Lingga ( L )
Semua jenis kata pasti mempunyai tembung lingganya. Kata sifat ini pun dapat berbentuk lingga. Dan bentuk lingga ini mempunyai makna ‘bersifat.....’(seperti yang terkandung dalam kata sifat itu sendiri). Dapat dikatakan juga bahwa kata sifat yang berbentuk lingga mempunyai arti biasa. Jadi dalam hal ini tidak ada masalah tambahan, asal saja orang sudah memehami arti dalam kata lingga itu sendiri, contoh :
Yuli bocah kang ayu.
Wawan lara ora mangkat sekolah uwis rong dina.

2.      Ke – L – en
Bentuk ini dipergunakan untuk membentuk kata baru dengan mempergunakan kata dasar kata sifat. Hampir semua kata sifat yang berbentuk lingga dapat dijadikan bentuk ke‒L‒en ini. Arti bentuk ke‒L‒en itu adalah ‘bersifat terlalu (melebihi yang diharapkan)’. Contoh :
Masakan kuwi rasane asin amarga kakehan uyah.
            Surtinah ora bisa mlaku rikat amarga awake kelemon.
Dalam mengungkapkan sikap keterlaluan ini orang jawa sering menggunakan bentuk yang berlebihan, yang sebetulnya tidak perlu lagi. Sebetulnya bentuk  ke‒L‒en saja sudah cukup untuk menanyatakan sifat keterlalauan, tapi karena merasa belum mantap maka ditambah lagi dengan bentuk salinan suara (LS), seperti :
            kesenengen ‘terlalu senang’ menjadi kesenuengen ‘terlalu senang sekali’
            kegampangen ‘terlalu mudah’ menjadi kegampingen ‘terlalu senang sekali’
Bahkan penggunaan tekanan yang mengakibatkan perubahan suara itu pun sering dirasa kurang mengungkapkan perasaan, maka digunakanlah kata penyengat banget untuk menambahkan bentuk yang sebenarnya sudah tidak perlu lagi itu.
Contoh :
kesenuengen ‘terlalu senang sekali’ menjadi kesenuengen banget ‘terlalu senang sekali’

3.      Perubahan Bunyi ( LS )
Menyatakan sifat sangat, bahasa jawa kecuali mengenal kata banget sebagai kata penyangat, juga mempergunakan tekanan suara yang mempergunakantekanan suara yang dimunculkan dengan adanya perubahan suara. Seperti dalam bentuk ke- L –en yang berlebihan bahwa perubahan suara dipakai untuk lebih mengintensifkan sifat sangat. Dalam bahasa jawa standar, penambahan ini terjadi pada suku terakhir. Perubahan suara ini dibarengi dengan adanya perubahan tekanan pada suku kata terakhir itu sehingga suku kata yang mendapat tekanan itu berubah bunyinya. Contoh :
dawa ‘panjang’menjadi duawa ‘panjang sekali’
gedhe ‘besar’ menjadi gedhi ‘besar sekali’
Seperti juga dalam bentuk ke‒L‒an perubahan bunyi pada kata sifat ini sering dikombinasikan dengan kata penyangat banget ‘sangat’, sehingga terjadilah penyangatan ganda yang tidak perlu, seperti :
            Omahe Pak Warto gedhi banget.
            Ula kang duawa banget mau dicekel banjur dilebokakae ing karung.
Kata sifat asli yang simple maupun yang turunan dan sebagian besar kata sifat transporsisi dapat mengalami perubahan suara ini.

4.      Kuma – L
Menimbulkan arti ‘memaksakan diri ber...’. dalam hal perbuatan ini, sifatnya adalah negatif. Jadi tindakannya tidak sesuai dengan sifat yang sebenarnya dimiliki oleh orang yang bertindak itu. Atau dapat dikatakan bahwa orang itu bertindak sok atau berlagak. Penggunaan ini hanya terbatas pada kata-kata tertentu saja, seperti :
            wani ‘berani’ menjadi kumawani ‘berlagak berani’
            ayu ‘cantik’ menjadi kumayu ‘berlagak cantik’

 N – DP
Arti dari bentukan ini ‘menimbulkan rasa . . .’. Bentuk nasal hanya dapat ditambahkan pada kata-kata terbatas saja, namun mempunyai sifat khas yang tidak mungkin digantikan kedudukannya oleh bentuk imbuhan yang lain, sepeti :
            sengit ‘benci’ menjadi nyenyengit ‘menimbulkan rasa benci’
            welas ‘belas kasih’ menjadi memelas ‘menimbulkan rasa belas kasih’

6.      N – DL – i
Seperti dalam bentuk kata sifat denagn menggunakan imbuhan nasal, maka bentuk N– DL –i  jika dilihat secara sepintas akan menimbulkan kesan bahwa kata tersebut adalah kata kerja. Hal inipun terjadi karena munculnya N―, yang biasanya berfungsi sebagai pembentuk kata kerja. Tapi setelah diperhatikan dengan seksama, dapatlah dilihat ciri-ciri yang melekat pada kata dengan bentuk N–DL–i ini. Kalau kata tersebut betul merupakan kata sifat maka kata tersebut harus dapat dimasukkan kedalam slot kata sifat. Sedangkan kalau kata tersebut adalah kata kerja pastiakan pernah masuk dalam slot kata sifat.
Contoh : ngentheng-entengi

7.      Pengulangan ( DL )
Bentuk imbuhan atau bentuk perubahan yang dapat terjadi dalam membentuk kata sifat yang baru adalah dengan menggunakan proses pengulangan, bentukan baru tersebut tidak menimbulkan arti yang istimewa melainkan mempunyai arti yang biasa saja seperti yang terkandung dalam arti lingganya saja. Tetapi untuk menanyakan bahwa kata sifat itu menunjukan pada kata benda jamak, maka diperkenalkanlah bentuk DL ini. Selain menimbulkan arti jamak, bentuk DL ini juga menimbulkan arti ‘terlalu . . .’. Biasanya arti terlalu ini berlaku untuk sesuatu yang berbau negetif dan biasanya juga dipakai dengan mengikuti kata larangan aja jangan.
Contoh : Aja lunga adoh-adoh mengko kangelan olehe nggoleki.

8.      L – an
Hampir semua jenis kata mempunyai bentuk yang menggunakan imbuhan –an. Bahkan arti dari semua bentukan itu pun hampir senada. Kemiripan arti bentukan tersebut nampak jelas jika dibentuk tersebut terdapat dalam kata kerja, kata tambah dan kata sifat. Ketiganya mempunyai arti sama yaitu ‘bersifat’. Maka sulitlah membedakan kata-kata yang menggunakan imbuhan –an baik yang bersifat transposisi maupun yang asli, tanpa melihat hubungannya dengan kata yang lain. Ini berarti orang baru dapat menentukan apakah suatu kata itu berarti kata sifat atau bukan sesudah mengeceknya dengan memasukannya dalam slot kata sifat itu.
Contoh : Wong kuwi yen angelan sok disengiti kancane.

9.      N – L
Kata sifat dengan bentuk N – L seperti halnya bentuk lain yang menggunakan nasal, secara sepintas nampaknya seperti kata kerja. Namun jika ditest berdasarkan pada pedoman, akan ditemukan beberapa bentuk tersebut yang termasuk dalam jenis kata sifat, seperti kata ngedan ‘berbuat seolah-olah gila’, sebetulnya mempunyai sedikit sifat bkata kerja. Kata tersebut dapat dikatakan mempunyai sifat aktif, menjalankan sesuatu. Tetapi kata tersebut juga dapat ditambah dengan kata komparatif (membandingkan) luwih atau kata rada. Terutama kata luwih lebih adalah kata yang dapat ditambahkan pada kata sifat dan bukannya kata kerja.
Contoh : Nono luwih ngesed ketimbang adhine.
             ‘Nono lebih bermalas-malasan dibandingkan dengan aiknya’.
             Joni nglara.
             ‘Joni berpura-pura sakit’.
Dari contoh tersebut, dapat diketahui bahwa awalan nasal (N‒) dapat berarti ‘berpura-pura..’ atau ‘ber...‒an’.

10.  –um –
Sisipan ‒um‒ dapat membentuk kata sifat, sisipan ‒um‒ juga dapat ditambahkan pada setiap kata selain kata-kata yang di awali dengan bunyi hidup. Arti bentuk ini biasanya ‘berbuat seolah-olah seperti...’ atau ‘bersifat sok . . ./berlagak . . .’ jadi tidak sesuai dengan sifat sebenarnya.
Contoh : Wong sing kuminter malah bisa disengiti kancane.

11.  N – L – i
Penggunaan imbuhan ini biasanya dipakai untuk membentuk kata kerja, maka secara sepintas bentuk kata sifat dengan imbuhan N‒L‒i kelihatannya sebagai kata kerja. Arti dari bentukan ini pun menyerupi arti bentukan yang bersifat kata kerja. Bentukan N‒L‒i mempunyai dua arti, yaitu:  (1) ‘bersifat meniru atau berbuat seperti’. (2) ‘bersifat menyebabkan’.
Contoh : Rupane medeni banget.
              Wong tua mesti nguwatiri anakke sing lara




12.  –um – DL
Imbuhan yang dapat dipakai untuk membentuk kata sifat ialah imbuhan ‒um‒ yang dikombinasikan dengan proses pengulangan terhadap lingganya. Karena merupakan satu kombinasi, maka jika muncul arti yang sifatnya kombinasi tidaklah mengherankan juga. Bentuk ‒um‒L yang mempunyai makna ‘bersifat sok . . ./berlagak . . .’, sedangkan pengulangan lingga mempunyai makna ‘jamak atau sangat’. Maka makna dasi imbuhan ini yaitu ‘sifat sok yang berlebih-lebihan’.
Contoh : Aku wis kumudu-kudu nempiling.

13.  Maha – L
Wntuk menyatakan kata sifat yang mempunya tingatan ‘paling atau yang ter..’. Bentukan baru dengan menggunakan kata maha ini tidak hanya terdapat dalam kata sifat tetapi juga terdapat dalam kata benda dan kata kerja.
Kata benda : maha ratu ‘ratu tertinggi’
                      maha patih ‘sang patih’
kata kerja : mahapriksa ‘paling tahu’
Kata sifat : maha adil
                  maha suci


III.             Kata Sifat Transposisi
            Dalam pengelompokan kata sifat berdasarkan bentuknya dapat dipisahkan menjadi dua jenis, yaitu kata sifat asli dan kata sifat transposisi. Adapun yang dimaksud dengan kata sifat transposisi ialah kata sifat yang dibentuk dari jenis kata lain dengan menambahkan imbuhan pada kata – kata tersebut. Berikut hal mengenai kata sifat transposisi.
·         Kata Sifat Transposisi dari Kata Benda
            Kata sifat transposisi dari kata benda yaitu kata sifat yang sudah mendapatkan imbuhan dengan kata dasarnya kata benda. Berikut contoh kata sifat transposisi dari kata benda.
Arti
Bentuk
Contoh
Nggadhahi sipat
mi- (lingga)
Mirasa, miraos
Nggadhahi sipat mirip
(lingga) –an
Kampungan, kratonan
Kaya / mirip
nassal- (lingga)
Mbanyu, mbeling, mblaraksempal
Kaya / mirip
-um- (lingga)
Cumanthoko, sumanak, kumenthus
Lelakon kaya
nassal- (lingga) -i
Mbapaki, mbocahi, ndesani
Nyebabake dadi
nassal- (lingga) -i
Migunani, mikuwati, mikolehi
Kayata / mirip
kuma- (dwilingga)
Kumalanda – landa, kumratu- ratu



2.5.2    Kata Sifat Transposisi dari Kata Kerja
            Kata sifat dapat dibentuk dari kata kerja melalui proses morfologis sebagai berikut.
Arti
Bentuk
Contoh
Nggadhahi sipat
mi- (lingga)
Misuwur
Nggadhahi sipat kaya
(lingga) –an
Manganan, jajanan, aleman
Nggadhahi sipat kaya
-m-  (lingga)
Sumarah, sumeleh, dumuwe maju
Nggadhahi sipat kang nyebabake
nassal- (lingga) -i
Mencuti, nggandrungi, mlesedi

·         Kata Sifat Transposisi dari Kata Tambahan
Arti
Bentuk
Contoh
Nggadhahi sipat kaya
(dwilingga)
Kriyip – kriyip, kiyer – kiyer
Nggadhahi sipat lan tingkat
(lingga) –an
Gembelengan, ceniningan
Nggadhahi sipat
nassal- (lingga)
Njrebabah, mbrengenggeng
Nggadhahi sipat
-um- (lingga)
Semrawut, kemruwes, kemrusuk
Nggadhahi sipat kang nyebakake
-um- (dwilingga)
Megap – megap, menggeh - menggeh

            Kata sifat dan dan kata tambahan selalu saling berkaitan, sehingga sulit untuk menentukan apakah suatu kata itu kata sifat atau kata tambahan jika tidak melihat konteksnya. Ini berarti harus dilihat ke dalam slot manakah kata tersebut dapat dipergunakan, sebelum menentukan jenis katanya.
            Misalnya kata ceniningan (lingga -an) yang artinya (menunjukkan sikap yang tidak sopan karena matanya melihat ke sana ke mari dan bertindak sembrono). Kata tersebut dapat dipergunakan untuk kata tambahan yang berfungsi sebagai kata yang menerangkan sikap atau tingkah laku, tetapi di lain pihak juga dapat dipergunakan untuk menerangkan sifat seseorang.
Contoh :
1.      Bocah mlaku kok ceniningan
‘Anak berjalan dengan tingkah yang tidak sopan‘
(dipakai dalam kata tambahan)
2.      Bocah ceniningan koyo ngono kuwi ditampa ?
(dipakai dalam kata sifat)
            Jadi penggunaan bentuk – bentuk kata tambahan dalam kata sifat transposisi ini sebetulnya tidak mengubah bentuk kata tambahan itu sendiri. Hanya saja kata tersebut dapat dipakai  (bentuk – bentuk kata tertentu dari kata tambahan) dalam slot kata sifat.






















4 comments: