KITAB-KITAB
JAWA KUNO GOLONGAN TUA
Tulisan-tulisan pada
batu,tembaga atau emas memuat hal-hal yabg ringkas saja akan tetapi tulisan-tulisan
yang berisi tentang pelajaran, peraturan dan cerita-cerita dibuat pada daun tal
(siwalan). Karena tahan lama hingga beratus-ratus tahun, disamping itu harganya
murah, yang termasuk tulisanp-tulisan itu diantaranya :
1. Kitab Canda Karana
Kitab ini merupakan
kitab yang tertua yang isinya tembang(nyanyian) dan serupa isi kamus yang
tersusun secara Hindu. Di dalam kitab ini juga terdapat nama seorang raja
keturunan Sailendra yakni yang mendirikan candi kalasan,oleh karena itu itu
kitab ini disebut kitab tertua.
2. Kitab Ramayana
Kitab ini berbahasa
jawa kuno,dan berbentuk tembang. Menurut penyelidikan melalui pembandingan
bahasa dan tulisan-tulisan pada batu tembaga, kitab Ramayana dibuat dalam masa
pemerintahan Raja Dyah Balitung( Raja Agung yang menguasai wilayah Jawa Tengah
dan Timur pada tahun 820-830 Saka.
3. Sang Hyang Kamahajanikan
Didalam kitab ini
tidak terdapat tembang dan ditulis dalam bahasa prosa,didalam bukunya terdapat
nama Raja Jawa, Empu Sindok. Isinya mengandung pelajaran tentang agama Budha
Mahayana. Selain itu juga mengandung ajaran tentang bersemedi. Kebanyakan
mengutarakan susunan percintaan dewa-dewa dalam agama Mahayana dan kerap kali
amat cocok dengan dengan penempatan Raja-Raja Budha dalam candi Borobudur.
4. Brahmandapurana
Kitab ini ditulis
dalam bahasa prosa, tidak bercerikan angka tahun dan tidak menyebutkan nama
Raja. Kitab Brahmandapurana seumur dengan Kitab Sang Yang Kamahayanikan namun
bedanya Kitab Brahmandapurana adalah kitab orang-orang beragama Siwa sedangkan
Kitab Brahmandapura adalah kitab orang-orang beragama Buddha-Mahayana. Isinya
tentang pengantar kata,cerita Sang Romaharsana,ilmu tentang terjadinya
dunia,dan masih banyak lagi. Akan tetapi sayangnya bahasa kitab ini sudah
rusak.
5. Agastyaparwa
Kitab ini ditulis
dalam bahasa prosa, susunannya menyerupai susunan kitab Brahmandapurana,juga
banyak memuat kalimat Sansekerta yang diterangkan dalam bahasa Jawa-Kuno. Isinya
yaitu Sang Dredhasyu bertanya kepada Ayahnya, begawan Agastya tentang berbagai
hal, kebanyakan hampir sama dengan yang dipaparkan dalam kitab Brahmandapurana.
6. Utarakanda
Kitab ini memang
merupakan kitab gubahan baru yang ditulis dalam bahasa prosa, dan banyak pula
kalimat Sansekerta yang juga diterjemahkan dalam bahasa Jawa-Kuno. Dalam bagian
awal disebutkan nama Raja Dharmawangsah Teguh, isinya dipetik dari cerita
Ramayana Walmiki bagian penghabisan.
7. Adiparwa
Kitab ini merupakan
bagian pertama pada cerita Mahabharata,ditulis dengan menggunakan bahasa prosa.
Yang diceritakan tentang kehidupan wayang yang muda-muda. Susunan kitab ini
sama dengan kitab Utarakanda yang didalamnya disebutkan nama Raja Dharmawangsa-Teguh. Di sini juga
terdapat lakon Dewi Lara Amis, Bale sigala-gala, matinya Arimba, Burung Dewata
dan ambilan dari kitab adiparwa itu.
8. Sabhaparwa
Kitab ini merupakan
bagian ke dua dalam cerita Mahabharata,di dalam ceritanya yang menjadi lakon adalah
Pandhawa yang sedang bermain dadu.
9. Wirataparwa
Kitab ini berbahasa
prosa dan merupakan bagian yang keempat dalam cerita Mahabharata. Isinya para
Pandhawa mengabdi kepada Raja Wirata, karena mereka harus menyembunyikan diri,
sebab kalau ketahuan mereka akan mendapat hukum buang lagi selama 12 tahun.
10. Ud-jogaparwa
Kitab ini berbahasa
dan merupakan bagian yang kelima dalam cerita Mahabharata, jadi sudah dekat
kepada perang Bratayuda dan banyak kat0-kata yang sudah rusak. Isinya banyak
akan tetapi hanya lakon Kresna gugah yang dapat diambil.
11. Bhismaparwa
Kitab ini berbahasa
prosa dan merupakan bagian keenam dalam cerita Mahabharata jadi sudah mulai
peranng Bratayuda. Disini terdapat beberapa petikan dari kitab BHAGAWADGITA.
12. Asramawasanaparwa
Kitab ini bahasanya
prosa juga, dalam cerita Mahabarata merupakan bagian yang kelimabelas. isi
ceritanya Dhrestarasta diangkat menjadi Raja di Ngastina untuk lima belas
tahun. Para pandawa menaati peraturan Dhrestarasta kecuali Sang Bima, ia selalu
mencacimaki dan akhirnya Sang Dhrestarasta pergi bertapa karena risi dengan hal
itu,selama dalam pertapaan pandhawa pernah mengunjunginya dan tak lama kemudian
akhirnya ia meninggal di hutan.
13. Mosalaparwa
Kitab ini ditulis
menggunakan bahasanya prosa dan merupakan bagian yang keenambelas dalam cerita
Mahabarata. Ceritanya mengisahkan musnanya Wresni dan Jadu, sebuah kaum dalam
negara Madura-Dwarawati, lagi pula mengisahkan wafatnya Prabu Baladewa dan
Prabu Kresna.
14. Prasthanikaparwa
Kitab ini Berbahasa
prosa dan merupakan bagian yang ketujuhbelas dalam cerita Mahabharata.
Menceritakan meninggalnya para pandhawa,
dan perjuangan Judistira untuk memasukkan adiknya kedalam surga.
15. Swargarohanaparwa
Kitab ini berbahasa
prosa dan merupakan bagian kedelapanbelas dalam Kitab Mahabharata(bagian
pennghabisan). Menceritakan tentang kemarahan sang Duryudana karena
adik-adiknya dimasukan kedalam neraka. Sang Duryudana tidak terima dengan kenyataan
itu kemudian ia mengadu kepada sang Dewa
dan akhirnya Sang Dewa merubah neraka menjadi surga.
16. Kuncarakarna
Kitab ini berbahasa
prosa, umurnnya masih seumur dengan kitab-kitab parwa. Didalam tulisannya
terdapat kata-kata modern seperti akhiran e yang disebabkan penyallinan turun
temurun. Kitab ini milik orang-orang yang beragama Budha-Mahayana seperti
halnya kitab Sang Hyang Kamahayanikan. Kitab ini menceritakan tentang perjalan
seorang Raksasa yang ingin menjadi manusia. Raksasa itu bernama Sang
Kuncarakarna.
·
Kritisi:
Di dalam Bab I,kebanyakan penulisan ejaan masih menggunakan ejaan lama,dan itu
susah dimengerti,kata-katannya pula banyak yang tidak dimengerti.
BAB II
KITAB-KITAB JAWA
KUNO YANG BERTEMBANG
Kitab-kitab pada
bab I merupakan kitab-kitab yang berbahasa prosa dan tidak bertembang,akan
tetapi berikut ini disebut kitab yang
mengandung kakawin yang artinya bertembang, di antaranya:
17.
Arjunawiwaha, kakawin
Kitab
ini mengisahkan Arjuna ketika beliau sedang bertapa dan dimintai tolong oleh
para dewa untuk membunuh raja raksasa, bernama Niwatakawaca. Kitab Arjunawiwaha
merupakan gubahan empu Kanwa pada pemerintahan prabu Airlangga sekitar tahun
941-964 Caka(1019-1042 Masehi) dan pada tahun 1850 kitab arjunawiwaha
dicetakkan dengan huruf Jawa oleh DR. FRIEDERICH, pada tahun 1926 dicetakkan
dengan huruf latin, sebagian besar diterjemahkan dalam bahasa belanda.
18.
Kresnayana, kakawin
Kitab
ini meneritakan kehidupan Kresna pada saat melarikan dewi Rukmini. Dewi Rukmini
adalah puteri dari prabu Bismaka beliau telah bertunangan dengan sang Suniti
raja di negeri Cedi, yang lebih memilih Kresna. Hingga peristiwa perang antara
Rukma dengan Kresna dan dimenangkan oleh Kresna.
19.
Sumanasantaka, kakawin
Kitab
ini menceritakan lahirnya prabu Dasarata di Ngayodya yang merupakan anak dari
dewi Indumati dan sang Aja. Dewi Indumati merupakan bidadari yang bernama dewi
Harini yang dikutuk oleh sang Trenawindu karena telah menggodanya yang sedang
bertapa. Sang Aja mendapatkan dewi Indumati dengan cara mengikuti sayembara
yang diadakan oleh kakaknya dewi Indumati yang merupakan prabu Boja.
20.
Smaradahana, kakawin
Menceritakan
Bathara Kamajaya ketika tertunu. Di
dalam kitab ini disebutkan pula nama prabu Kameswara,seorang raja di
Kediri yang merupakan titisan batara Kamajaya yang ketiga.
Pengarang
kitab ini ialah empu DHARMAJA. pada tahun 1931 kitab tersebut dicetakkan dengan
huruf latin dan sebagian besar diterjemahkan dalam bahasa Belanda.
21.
Bhomakawya, kakawin
Mengisahkan
peperangan antara prabu Kresna dan sang Bhoma. Kitab ini tidak diketahui secara
jelas pengarangnya,akan tetapi kata-kata pertama dalam kitab menyebutkan nama
Kamajaya,oleh karena itu kitab ini diduga sejaman dengan kitab Smaradahana.
Kitab
Bhomakawya sudah dicetakkan dengan huruf Jawa pada tahun 1852 oleh DR
FRIEDERICH. Terjemahanya dalam bahasa belanda dikerjakan oleh DR TEEUW.
22.
Baratuyuddha, kakawin
Kitab
ini mengisahkan tentang peperangan para Pandawa melawan para Korawa. Kitab inin
digubah pada jaman pemeraintahan prabu Jayabaya di Kediri dan berciri
tahun sanga-kuda-suddha-candrama = 1079
caka (1157 Masehi). Yang menggubah kitab ini ialah empu Sedah dan empu Panuluh.
Kitab ini dicetakkan pada tahun 1903 dengan huruf Jawa oleh DR GUNNING.
Terjemahannya dalam bahasa Belanda terbit dalam tijschrift Jawatahun ke-14, No1
(1934).
23.
Hariwangsa, kakawin
Kitab
ini gubahan empu Panuluh pada jaman pemerintahan prabu Jayabaya. Ceritanya
hampir sama dengan kitab Kresnayana tetapi ada perbedaan sedikit. Dalam kitab
ini beliau mengatakan tambeyan pangiketkw apet laleh (kemudian gubahansaya itu
akan mencari lelah )itu artinya sang Panuluh masih muda karena mengaku murid
sang prabu.
Kitab
Hariwangsa dicetak dengan huruf latin disertai dengan terjemahan dalam bahasa
Belanda dengan tafsiran kata oleh DR TEEUW.
24.
Gatotkatjasraja,kakawin
Kitab
ini merupakan gubahan dari empu Panuluh. Tetapi raja yang tertulis di dalamnya
adalah prabu Djajakerta. Menurut tulisan batu,memang pada zaman Kadiri ada
seorang raja bernama Kretadjaja yang bertahta sekitar tahun 1110 mungkin raja
itu sebagai pengganti prabu Djajabaja,tetapi sebenarnya belum pasti
kebenarannya.
Kitab
ini menceritakan seorang ksatria yang diantarkan panakawan. Tatkala Abimanyu
pergi dari Dwarawati,ia diantar Djurudyah,Prasanta dan Punta. Punta di sini
bukanlah nama melainkan sebutan Tuan dalam bahasa Indonesiannya. Dr Van Stein
Callenfels berpendapat bahwa Gatotkaca itu lakon wayang yang dibentuk menjadi
syair.
25.
Wrettasantjaja,kakawin
Kitab
ini berisi pelajaran tembang,menguraikan syarat-syaratnya dan namannya serta
contohnya 94 macam. Pelajaran tadi dibubuhi cerita pendahuluan yaitu seorang
putri ditinggal suaminya. Sang putri ini pergi ke taman dan bertemu dengan
sepasang burung belibis. Ia minta tolong supaya dicarikan suaminya. Terbangnya
belibis itu dapet menjadikan lantaran untuk menceritakan keindahan-keindahan
dalam hutan.
Kitab
ini digubah oleh empu Tan-Akung,cerita puteri yang ditinggalkan suaminya lalu
menyuruh burung belibis mencarikannya itu,ada termuat pula dalam kitab
Adjipamasa,jilid III pupuh 4 sampai jilid IV pupuh I.
26.
Lubhdhaka,kakawin
Kitab
ini menceritakan seorang pemburu yang setelah meninggal dapat masuk surga.
Pemburu itu dalam agama Indu,apa lagi dalam agama Buddha,termasuk orang yang
hina,yang sugguh-sungguh jahat karena pekerjaannya sehari-hari tak lain
hanyalah membunuh kawan,makhluk sesama hidup seperti juga manusia. Akan tetapi
ia masuk Surga.
·
Kritisi:
dalam Bab II juga ejaan masih sama,menggunakan ejaan lama,dan bahasannay juga
susah dimengerti,jalan ceritannya tidak menentu sehingga membingungkan pembaca.
Kebanyakan juga terdapat perbedaan dalam isi cerita dengan buku lain yang
pernah saya baca.
BAB III
KITAB-KITAB JAWA
KUNO YANG TERGOLONG BARU
Perbedaan kitab-kitab jawa kuno
lama dan kitab-kitab jawa kuno baru adalah Kitab Jawa kuno yang lebih tua
memiliki induk karangan, sedangkan pada kitab jawa kuno yang tergolong baru
tidak memiliki induk karangan.Dan juga dalam kitab jawa kuno lama tidak menceritakan
cerita tanah jawa.Namun pada kitab jawa kuno baru, menceritakan cerita tentang
tanah jawa. Berikut adalah Kitab jawa kuno baru yang meninduk pada kitab jawa
kuno lama ialah :
24. Brahmandapurana,Kakawin
Kitab ini merupakan kitab yang
berbahasa prosa,ditulis dengan cara berirama dan disingkat.Ceritanya memang
tidak baru,namun bahasanya menunjukan kitab baru. Kitab ini menceritakan
tentang puteri raja yang sudah berusia lanjut bernama Sri Praketewirya .Kitab
Brahmandapura dicetak dengan huruf latin oleh Prof.J.Gonda satu jilid dengan
kitab Brahmandapura.
25.
Kundjarakarna,Kakawin
Kitab ini berbahasa sangat indah akan tetapi tidak
tergolong bahasa baru. Namun kitab ini belum dicetak ulang.
26.
Nagarakretagama,Kakawin
Kitab ini menceritakan tentang
Kerajaan Majapahit Hayam Wuruk sebagai rajanya yang bertahta dari pada tahun
saka 1272-1311 atau pada tahun 1350-1389 M. Kitab ini ditulis dengan bahasa
yang indah oleh sang prapanca pada tahun saka 1287. Kitab ini sekarang sudah
dicetak. Pertama menggunakan huruf Bali, Kemudian untuk kedua kalinya dengan
huruf latin, lalu diterjemahkan kedalam bahasa Belanda oleh Prof.Kern
menggunakan bantuan dari catatan Dr.Krom.
27.
Ardjunawidjaja,Kakawin
Kitab ini mengambil pokok cerita
dari kitab Uttarakanda,ditulis oleh mpu Tantular pada saat raja Hayam Wuruk
sudah lanjut usia. Artinya kitab Negarakertagama usianya lebih tua daripada
kitab ini. Inti ceritanya adalah Prabu Dasamuka yang beperang melawan kakaknya
sendiri yakni Prabu Waisrawana atau Prabu Dhanaraja, kemudian peperangan Prabu
Dasamuka dengan Sri Arjuna Sasrabahu, hingga penawanan Dasamuka.
28.
Sutasoma atau Purusada-Santa,
Kakawin
Kitab ini ditulis pada massa
pemerintahan Raja Hayam Wuruk namun kitab ini tidak lebih tua dari
negarakertagama. Kitab Mahabarata dan Ramayana merupakan induk dari kitab ini.
29. Parthajadnja, Kakawin
Dari perkataan-perkataannya dapat
disimpilkan bahwa kitab ini seusia dengan kitab Ardjunawidjaja dan
Sutasoma.Kitab ini kemungkinan diruliskan pada jaman Majapahit akhir sampai
akhir.Kitab ini mengisahkan kehidupan Pandhawa yang kalah dalam permainan dadu
melawan Kurawa.Dan Pandhawa akhirnya dihukum oleh Kurawa dengan dibuang ke
tengah rimba selama 12 tahun.
30. Nitisastra, Kakawin
Maksud yang terkandung dalam
kitab ini putus-putus.Biasanya satu hal dibicarakan dalam satu bait.Kitab
Nitisastra sudah beberapa kali dicetak.Pertama kalinya adalah dicetak oleh
P.P.Roorda dengan huruf jawa bertinta merah, tafsirannya dalam bahasa jawa baru
ditulis dengan tinta hitam.Pada tahun 1871 kitab ini atas perintah pemerintah
kembali dicetak.kitab ini memuat sisipan baru dan terdapat tafsiran juga.Untuk
sekarang ini, kitab Nitisastra berisi 15 pupus dengan jumlah baitnya 120 dan
itu sudah dicetak dengan huruf latin beserta terjemahannya dalam bahasa Belanda
dan sedikit penjelasan.
31. Nirarthaprakreta, Kakawin
Kitab ini memuat ilmu mystic. Dalam
kitab ini tidak hanya memaparkan bahwa manusia memiliki sikap bijaksana namun juga
memiliki sifat jahat. Mengenai hal mistik yang dimuat dalam cerita ini, mudah dipahami
dan jelas dipaparkan. Kitab ini ditulis pada tahun saka 1381dan tahun 1459
Masehi.
32. Dharmasunya, Kakawin
Kitab ini bahasannya sangat jelek
karena penulisnya tidak mahir menggunakan bahasa jawa kuno,kitab ini tidak
memuat pelajaran-pelajaran filsafat dan mistik. Di sini tidak terdapat nama pengarang
dan ditulis pada tahun saka 13043 ataupun 1340 ataupun 1382 atau 1418 masehi.
33. Harisraja, Kakawin
Kitab
ini bukan kitab yang membahas tentang pelajaran, seperti yang banyak
dibicarakan pada kitab sebelumnya mengenai tokoh. Kitab ini diambil dari kitab
uttarakanda yang menceritakan tentang 3 raksasa yakini Sang Mali, Sumali, dan
Sang Malyawan.
·
Kritisi:
di dalam bab inipun masih sama,ejaan menggunakan ejaan kuno yang susah dalam
membacannya. Terdapat pula bahasa jawa kuno yang tidak diketahui artinya.
BAB IV
TUMBUHNYA BAHASA
DJAWA TENGAHAN
Dalam bab ini, yang dicritakan
adalah mengenai penggunaan bahasa jawa tengahan pada kitab-kitab berprosa yang
di prediksi bahwa bahasa tersebut tumbuh pada masa kerajaan majapahit.
Dalam
bab ini, di bandingkan persamaan antara cerita pada kitab jawa dan kitab-kitab
di luar jawa. Yaitu:
34.
Kitab Tantu Panggelaran
Di
dalam kitab ini menceritakan tentang Bathara Guru yang dianggap sebagai ayah
para dewa. Bathara Brahma, Wisnu, Icwara, Mahadewa, Ciwa sudah dianggap sebagai
putera Bathara Guru. Selain itu, cerita mengenai penghentian perjalanan
matahari oleh empu Beganjing dan cerita
di Tibet yang sama dengan kitab di Jawa yaitu penghentian matahari oleh
Wiku Padmasambhawa.
35.
Kitab Tjalon-arang
Kitab
ini menceritakan seorang pendeta Baradah yang pergi menyebrangi selat Banyu-wangi
menuju ke Bali untuk menemui empu Kutuan dengan menggunakan daun. Cerita
tersebut juga sama alurnya dengan cerita pada kitab Pararaton yang menceritakan
Sang Hyang lohgawe yang pergi dari tanah jawa ke tanah Indu dengan daun
kakatang tiga pucuk.
36.
Kitab Tantri Kamandaka
Kitab
ini menceritakan dimana tersisip perkataan-perkataan Sanskrit yang beberapa
diantaranya dapat di betulkan. Karena hal tersebut, kitab tersebut dianggap
sebagai kitab Djawa-kuno berbahasa prosa yang tergolong tua, tapi secara bentuk
sebagai kitab Djawa tengahan.
37.
Kitab Korawacrama
Kitab
ini menyebutkan bahwa kitab tersebut merupakan kitab yang lebih muda dari kitab
Tantu Panggelaran, yaitu dari bukti mengenai posisi sang hyang Taja yang berada
di atas sang hyang Paramecwara (Bathara Guru)
38.
Kitab Pararaton
Kitab
ini menceritakan dimana dalam kitab ini diceritakan mengenai kehidupan Ken Arok
dari lahirnya sampai kepada ajalnya. Ken Arok yang menjadi pangkal raja-raja
Majapahit. Keterangan-keterangan dalam kitab Pararaton banyak yang dapat
dipertanya, tetapi bila di bandingkan dengan kitab Nagarakretagama, tulisan
pada batu atau tmbaga pada jaman Majapahit banyaklah pula yang manyangsikan.
·
Kritisi”
dalam bab ini terlalu banyak menggunakan bahasa prosa,akan tetapi kita tidak
begitu mengerti dengan bahasa yang dimaksud tersebut,jadi dalam memahamipun
sangat susah.
BAB V
SYAIR BAHASA JAWA TENGAHAN
39.
Dewa-rutji, Kakawin
Dalam cerita ini menceritakan Sang bima dan dewa
rutji, pada waktu itu sang Bima pergi ke laut dan terjun kedalam laut itu, naga
bernama Nabu-nawa keluar dan bertarung dengan sang bima, akhirnya naga mati,
disitu sang Bima bertemu dengan Dewa-rutji, dan menyuruh Wrekudara masuk
kedalam tubuh Dewa-rutji.
40.
Kitab Sudamala
Dalam kitab ini di ceritakan bahwa Dewi Uma
berkhianat terhadap suaminya. Akhirnya Dewi Uma dikutuk oleh suaminya menjadi
raksasa perempuan.
41.
Kitab
Kidung Subrata
Kitab ini berisi filsafat, yang diceritakan Ki
Subrata akan mencari kesempurnaan hidup. Filsafat kidung Subrata dapat
dikatakan tinggi nilainya, tapi dengan pendek dapat dikatakan juga apa yang
disebut didalam kidung subrata itu amat sukar
42.
Kitab panji Anggrani
Kitab ini menceritakan Raden Panji memperistri dewi
anggreni, selanjutnya menikahnya sang raden dengan dewi candrakirana dan
perkawinan antara pasangan-pasangan dua orang bersaudara sepupu.
Bagian kedua menceritakan peri radja nusakencana
hendak jatuh cinta kepada adiknya yang bernama dewi ngrenaswara.
Bagian yang ketiga menceritakan seorang pendeta
diatas angin, bertapa digunung jambangan. Beliau mempunyai anak perempuan
bernama Bikang Murdeja, dan 13 orang laki-laki, yang sulung bernama Bambang
Swatama, Bambang Swatama ingi menikah dengan candrakirana
43.
Kitab Sri Tanjung
Kitab ini menceritakan ada seorang ksatria bernama
Raden sidapaksa, pergi ketempat kediamannya. Raden Sidapaksa diutus sang prabu
kedesa prang alas minta obat kepada bagawan tamba petra. Disitu Raden Sidapaksa
jatuh cinta pada dewi sri tanjung. Pada waktu tengah malam, Dewi sri tanjung
dilarikan oleh Raden Sidapaksa. Kata sang pendeta Raden Sidapaksa dan Dewi sri
tanjung itu keduanya sama-sama cucunya.
Pada waktu itu sang Sidapaksa akan merusak surga.
Para dewa marah akhirnya sang sidapaksa diserang oleh para dewa, tetapi mereka
kalah semuanya. Pada waktu Sidapaksa akan dipenggal lehernya oleh Batara
Indera, sang sidapaksa menyebut-nyebut nama ayahnya, sang Batara Indera lalu
tahu bahwa Sang Sidapaksa itu cucunya sendiri, maka tidak jadilah dibunuh.
Malah dihormati disorga hingga sampai tujuh hari lamanya.
·
Kritisi:
ejaan dalan bab ini juga susah dibaca,bahsannya susah dimengerti,alur cerita
juga tidak menentu,isi cerita banyak yang tidak ditemui dalam Buku Kalangwan.
BAB
VI
DJAMAN
ISLAM
Setelah agama islam masuk ke Jawa
yang mulanya hanya rakyat jelata saja yang dapat dipengaruhinya, hingga
pengaruhnya masuk ke kerajaan yang lama kelamaan menjadi pusat kebudayaan Jawa
islam, maka timbulah kitab – kitab bahasa Jawa yang berisi hal – hal ke-
Islaman. Seperti kitab – kitab dibawah ini :
44.
Het
boek van Bonang
Dalam
kitab ini bahasanya masih menggunakan bahasa prosa jawa tengahan, akan tetapi
isinya hal – hal agama islam dan kalimatnya pun agak terpengaruh bahasa arab,
ada juga yang menggunakan bahasaa melayu. Dalam kutipan pendahuluan kitab ini
bercerita tentang arti dari usul suluk yaitu tentang tingkah laku yang
dirahasiakan oleh nabi dan para wali mu’min sekaliannya.
45.
Een
Javanans Geschrift uit de 16e eeuw
Kitab
ini juga memakai bahasa Jawa Tengahan yang isinya juga hal agama islam. Tetapi
cara menulisnya sudah banyak yang pelat dan kehilangan tanda sengau. Dalam
kutipan cerita ini berisi tentang syarat imam ada tujuh perkara : 1) cinta
kepada Tuhan 2) cinta kepada nabi ,3)
cinta kepada wali, 4) menghalang musuh Tuhan , 5) takut akan siksa Tuhan , 6)
percaya kepada rahmat Allah, 7 ) menjunjung tinggi perintah Tuhan dan menjauhi
larangan Tuhan.
46.
Suluk
Sukarrsa
Kitab
ini memakai bahasa jawa tengahan juga seperti kitab lain, tetapi dengan tembang
cara kuno, tembang cloka. Dalam kitab ini yang diceritakan mengenai hal – hal
mistik hampir sama dengan kitab Dewarutji, bedanya hanya satu yang bukan islam
dan yang lain islam.
47.
Kodja
– djadjahan
Dalam
kitab ini mengandung pelajaran yang berbentuk cerita. Yang diceritakan ialah
seorang Patih yang bernama Sang kodja – djadjahan yang bakti kepada raja,
beribadat, adil dan bijaksana. Karena baik pemerintahanya, Sang raja mesir pun
sangat menyayangi Sang patih sehingga menimbilkan kebencian dikalangan pembesar
– pembesar lainnya. Akhirnya penbesar mencari kesalahn Sang patih. Dan tipu
muslihat pembesar pun berhasil. Sang patih kodja – djadjahan dibunuh. Mayatnya
berkeramat, itu tanda bahwaSang patih tidak berdosa. Dan Sang raja pun sangat bersedih.
48.
Suluk
Wudjil
Kitab
ini berisi tentang ajaran Sunan Bonang kepada si Wudjil, seorang bajang yang
diceritakan seoarng bekas budak raja Majapahit. Ajarannya pun tentang ilmu
kesempurnaan atau mistik. Adapun mistik yang diajarkan sama dengan kitab – kitab
lain seperti Dewarutji, Nirarthaprakerta,, dan Suluk Sukarsa. Bedanya hanya
dalam kata – katanya saja, artinya sama saja.
49.
Suluk
malang Sumirang
Kitab
ini dibuat oleh Sunan Panggung tatkala masuk kedalm tumangan (persiapan untuk
membakar orang ) sebagai hukuman yang dijatuhkan kepadanya oleh pemerintah
negeri Demak, sebab beliau merusak sjarak. Adapun isi dari Suluk malang
Sumirang itu tentang ilmu kesempurnaan, dengan menyinggung – nyinggung orang
yang memegang teguh akan sjarak.
50.
Kitab
Nitisruti
Kitab
ini sangat terkenal pada jaman Surakata. Isi kitab ini berkenaan juga
dengan ajaran – ajaran baik. Menurut
angka tahunya sudah jelas bahwa buatan jaman mataram, jika dikatakan orang
buatan Pangeran Karanggajam di Padjang, sangka saja tidak benar jika diartikan “ djaman padjang” pada waktu
pemerintahannya Raden Jaka Tingkir, tetapi benar jika yang dimaksudkan itu
pangeran Karanggajam yang bertempat tinggal di Padjang tatkala jaman Mataram.
Yang mengarang kitab Niti Sruti gemar membaca Ramayana, maka banyak kata – kata
yang diambil dari kitab Ramayana. Malahan Astrabrata – Wibisana dipetik
seluruhnya dalam bait 76-82. Kecuali yang ajaran baik – baik. Dalam kitab ini
juga terdapat hal – hal yang berkenaan
dengan mistik.
51.
Kitab
Nitipradja
Kitab
ini disebut “adik” dari kitab Nitisruti, karena hampir semuanya meniru
Nitisruti. Isinyapun banyak yang sama. Tetapi terdapat dalam kutipan dibuktikan
bahwa yang ditiru adalah kitab Nitisruti. Kitab Nitipradja itu menceritakan
juga kisah – kisah kodja – djadjahan,tetapi lebih panjang jika dibandingkan
dengan kitab Nitisruti.
52.
Kitab
Sewaka
Kitab
ini memuat petua – petua untuk orang yang mengabdi. Bahasa dal kitab ini sudah
dikatakan bahasa jawa baru kecuali satu dua perkataan yang sekarang sudah
beralain artinya. Dalam kitab ini
bercerta tentang ajaran orang bagaimana agar orang bisa menjadi pintar atau
pandai. Orang yang pandai berpengetahuan dan sakti, mula – mula karena rajin
jaman dahulunya. Sedangkan orang yang rajin, dia belajar sehari – hari, dan
akhirnya pasti menjadi pandai.
53.
Kitab
Menak
Dalam
cerita pada Kitab Menak hal – hal yang sudah dipastikan itu ialah bahwa dalam
jaman mataram cerita- cerita tersebut sudah menjadi kitab jawa. Adapun induk
dari kitab menak ialah cerita dari tanah parsi. Pkok cerita dalam Kitab menak
itu mengenai permusuhan antara Wong agung Menak denagn prabu nursewan, radja di
Madajin.
54.
Kitab
Rengganis
Dalam
kitab ini menceritakan tentang seorang pendeta di bukit Argapura yang dulu
menjadi raja Djamineran. Beliau mempunyai anak bernama Dewi rengganis, sejak
kecil Dewi Rengganis gemar bertapa dan makanannya hanya sari bunga – bungaan.
Diantara
cerita – cerita Menak – pang itu, kitan Rengganislah yang benar dipuji
keindahannya oleh para ahli kitab – kitab Jawa bangsa Belanda. adapun indahnya
kitab Rengganis itu, terdapat dalam pertemuan antara Dewi rengganis dan
Pangeran Kelan. Tetapi pada bagian lain
menjemukan juga karena selalau mengisahkan peperangan saja.
55.
Kitab Manik-maja
Kitab
Manik – maja dibuat pada jaman kartasura, yang membuat bernama Kartamursardah.
Adapun yang dicertakan dalam kitab Manik – maja itu sangat banyak macemnya.
Jika ditinjau dari kitab lain maka cerita kitab Manik – maja itu nampaknya
memuat cerita yang dalam – dalam. Tetapi
bagaimanapun juga halnya, kitab manjik – maja itu belum memuat kisah para
nabi,kecuali dalam kutipan ajisaka .
56.
Kitab Ambija
Dalam
kitab Ambija yang dikisahkan adalah peri hal Tuhan tatkala mulai mencipta
dunia. Selain itu kitab Ambija juga mengisahakan peri hal Nabi Adam tatkala
dicipta oleh Tuhan, setelah itu Ibu Hawa. Selanjutnya kitab Ambija juga
menceritakan kisah sang Habil dan sang Kabil tatkala berebutan seorang
perempuan yang cantik untuk diperistrinya. Initinya dalam kitab Ambija
menceritakan tentang riwayat para nabi,seperti Nabi Adam, Nabi Nuh,Nabi Idris
dan Nabi Ibrahim .
57.
Kitab
Kanda
Dalam
kitab Kanda lenggang bahasa dan kata – katanya sudah jelas bahwa kitab Kanda
itu dibuat jaman Kartasura. Adapun yang diceritakan dalam kitab ini bermacam –
macam sekali. Karena didalam kitab Kanda itu bercampurnya cerita – cerita Jawa dengan cerita – cerita
islam.
·
Kritisi:
ejaan dalan bab ini juga susah dibaca,bahsannya susah dimengerti,alur cerita
juga tidak menentu,isi cerita banyak yang tidak ditemui dalam Buku Kalangwan.
BAB VII
DJAMAN
SURAKARTA AWAL
Di zaman Surakarta awal
kepustakaan dibagi menjadi zaman pembangunan di mana di zaman ini kitab-kitab
kuno digubah dengan sekar macapat,contohnya Wiwaha-Djarwa sebagai pengantar
tembang Asmarandana,dan zaman membuat karangan-karangan baru. Di sini dikatakan
bahwa yang menggubah kitab tersebut adalah P.B.III yang naik tahta kerajaan
pada tahun 1794 dan mangkat tahun 1788 M.
Kitab Wiwaha-Djarwa dapat
dikatakan lumayan baik jika dibandingkan dengan kitab aslinya yang berbahsa
kawi,karena orang jawa sekarang dapat mengetahui ringkasan cerita dari kitab
Hardjuna Wiwaha-kawi. Maka terbuktilah bahwa yang menggubah hanya mempunyai
sedikit pengalaman mengenai bahsa kawi. Dalam kitab ini terlalu banyak yang
dituliskan berdasarkan dugaan,karena dulu belum ada alat untuk mempelajari
bahasa kawi,dan kata-katanya terlalu banyak diulang,maka kitab ini kurang
digemari masyarakat.
58.
Kiai Jasadipura I & II
Kiai
Jasadipura I dan II atau Tumenggung sastranegara merupakan orang-orang yang
dipandang sebagai pembangun Kepustakaan Jawa pada zaman Surakarta awal.
Keduanya merupakan ayah dan putra,kerjasamanya sangat lama sehingga susah
dibedakan kitab-kitab karangan keduannya,karena memang sedikit perbedaanya.
Kiai Jasadipura menggubah kitab Ardjuna-Wiwaha sebagai pengantar kata tembang
dhandhanggula. Bahas kitab ini lebih enak dibandingkan bahasa dari kitab
P.B.III. kitab ini dikatakan sudah baik jika tidak dibandingkan dengan aslinya
yang berbahasa kawi,karena jika dibandingkan dengan aslinya kitab ini terlihat
jelas sebagai hasil rabaan yang dituliskan sepatutnya saja. Kitab ini sudah
dicetak oleh Dr W. Palmer Van Den Broek pada tahun 1868 M di percetakan Negeri
di Betawi (Jakarta).
Kiai Jasadipura juga menggubah kitab Ramayana
yang penggubahannya juga melalui rabaan sepatutnya,akan tetapi kitab ini
dikatakan kitab Jawa terbaik pada zaman sekarang, Kiai Jasadipura menghilangkan
hal-hal yang ia sendiri tidak mengetahuinya dan mengganti dengan kata lain yang
mudah dimengerti dan tidak merusak jalan cerita,maka kitab ini digemari oleh
banyak orang. Sedangkan hal-hal yang benar-benar tidak ia ketahui hanya
diringkas dan diraba-raba saja,maka sering terjadi salah pengertian. Tentu saja
hal ini juga dipengaruhi oleh tidak adanya alat untuk menjabarkan bahasa kawi.
Adapun kepandaian Kiai Jasadipura memunculkan kalimat berupa kidung-kidung
dalam kitabnya karena Kiai Jasadipura banyak membaca kitab berbahasa kawi yang
saat itu masih ada.
59.
Kitab Bratajuda
Kitab
ini juga disadur oleh kiai Jasadipurwa,akan tetapi kitab ini lebih mudah
dibandingkan dengan kitab Ramayana. Kitab ini mendekati kitab aslinya,jika
dibandingkan dengan kitab Rama dengan kitab Ramayana. Seperti pada kenyataannya
meraba-raba itu sering menimbulkan banyak kesalahan dalam arti kalimat yang
diraba tersebut,misalnya saja dalam lakon Bale Si Gala Gala,Sagotra merupakan
nama ksatria gunung yang baru saja kawin,akan tetapi istrinya tidak cinta
kepadanya. Akhirnya berkat Arjuna istrinya menjadi cinta kepada Sagotra hingga
pada suatu hari ketika terjadi perang Bratajuda ia bersumpah kepada pandawa
bahwa ia sanggup menjadi kurbannya,dan masih banyak lagi kisah lainnya.
60.
Kitab Paniti-sastra
Kitab
ini disusun dengan menggunakan bahasa Djarwa,dibuat pada tahun 1843 M pada
zaman Sri Susuhunan P.B.VII. kitab ini disalin dari bahasa kawi ke dalam bahasa
kawi miring pada tahun 1798 M,tahun 1808 M disusul oleh kitab yang berbahasa
Kawi-Djarwa,dan pada tahun 1819M dibuat dalam bahasa prosa prosa oleh Pandji
Puspawilaga. Kitab ini berisi Dhandhanggula 10 bait,Sinom 16 bait,Gambuh 10
bait,Potjung 19bait,Dhandhanggula 14 bait,Kinanthi 20bait,Asmarandana 18
bait,Sinom 15 bait,Demung 9 bait,dan Dhandhanggula 19 bait. Ada juga Kitab
Paniti-satra yang hanya berisi Dhandhanggula saja yang baitnya berjumlah 97.
Angka
tahun yang hanya berisi tembang Dhandhanggula yaitu 1746. Pada tahun 1746
seluruhnya dujadikan Dhandhanggula,diturunkan kepada kitab Nitisruti,yang hanya
memuat tembang Dhandhanggula juga. Kitab Paniti-sastra yang lain memuat tembang
Dhandhanggula 61 bait yang pengantar katanya adalah Al Fatikhah yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa yang bertujuan menuruti adat pengantar kata
kitab Djawa-Islam,juga untuk mengganti kata-kata penghormatan kepada wisnu
dalam pengantar kata kitab Kawinya.
61.
Kitab Ardjuna-sasra atau Lokapala
Kitab
ini karangan Kiai Jasadipura II dikutip dari kitab Ardjuna-Widjaja,kitab ini
tidak mengandung sejarah,kisah Sugriwa
dan Subali pun tidak ditemui dalam kitab ini,sebab di dalam kitab aslinya hal
ini juga tidak ada. Akan tetapi di dalam kitab ini Resi Wisrawa dianggap orang
melakukan kejahatan karena pada saat ia disuruh mencarikan calon istri untuk
putranya sendiri yang bernama prabu Danaradja malah diperistri dirinya
sendiri,namun di dalam kitab kawinya hal ini tidak ada sama sekali.
62.
Kitab Darmasunja
Kitab
ini juga karangan Kiai Jasadipura II yang kitab aslinya adalah kitab
Dharmacunja,kitab dharmacunja bahasanya sudah rusak,maka artinya pun banyak
yang kabur. Kemudian kitab itu dijadikan kitab yang berbahasa Djarwa dan
bertembang macapat, arti kitab ini pun sudah banyak kabur,akan tetapi
kekaburannya menambah keindahan dalam kitab ini karena yang dibicarakan hal
mistis. Hal yang demikian itu sangat erat hubungannya dengan kaum “klenik”,kaum
klenik apabila membaca kitab semacam ini dianggapnya sangat baik,akan tetapi
kalau orang-orang yang menyukai hal nyata ketika membaca kitab ini maka akan
kesal.
Bagian
terakhir dari kitab ini menceritakan dengan jelas bahwa kitab ini merupakan
karangan Kiai Jasadipura II. Akan ada isu tidak benar mengenai kitab ini,yaitu
bahwa kitab ini karanagan empu Jogiswara.
63.
Kitab Dewa-rutji Djarwa
Kitab
ini juga diterjemahkan oleh Kiai Jasadipura ke dalam bahasa Djarwa
modern,awalnya hanya sedikit saja yang diterjemahkan,karena bagian-bagian yang
mengandung filsafat dihilangkan. Terjemahan tersebut berada di dalam kitab
Pasinden Bedaya,di keraton Surakarta. Kitab Dewa-ruti juga memiliki bagian yang
bersekar ageng. Menurut penyelidikan kitab Dewa-Rutji-Sekar-Ageng merupakan
kebalikan dari kitab Dewa Rutji yang berisi tembang macapat. Akan tetapi kitab
Dewa-Rutji yang berisi tembang macapat sudah sering dicetak dengtan menggunakan
huruf Djawa
Kitab Dewa-Rutji karangan
Jasadipura,awalnya menceritakan Raden Wrekodara berangkat ke semudera,tetapi
kira-kira dalam kitab kunonya sudah hilang bagian ini. Bagi orang yang memahami
kitab aslinya yang berbahasa kawi,kitab ini sangat sedikit artinya,akan tetapi
bagi orang-orang yang tidak mengetahui kitab kawinya menganggap kitab ini
sangat besar nilainnya.
64.
Kitab Menak
Kitab
ini juga merupakan kitab bangunan juga akan tetapi mengambil sumber lain. Kitab
menak karangan Jasadipura dengan Kartasura itu sebenarnya sama saja,akan tetapi
bahasa dan kidungnya dibangun lagi oleh Kiai Jasadipura,sehingga menjadi kitab
yang amat indah. Kitab ini sudah pernah dicetak oleh raden Ngabehi
Djajasubrata,terkenal dengan nama en-co Sun. Kitab ini juga pernah dicetak oleh
Balai Pustaka,namun hasil cetakan Balai Pustaka mengecewakan,karena
bagiab-bagian yang agak mencolok mempropagandakan agama Islam semuannya dibuang.
Ada lagi cetakan yang lebih tua lagi,yakni cetakan C.F. Winter,akan tetapi
tidak lengkap.
65.
Kitab Ambija Karangan Jasadipura
Kitab
ini memakai sangkalan : djanma-tri-goraning-adji=1731tahun Djawa
66.
Kitab Tadjusalatin
Kitab
ini aslinya kitab dari bahasa Melayu
yang bernama: Mahkota Segala Radja-Radja,yang digubah oleh Kiai Jasadipura ke
dalam bahasa Djawa dengan tembang Macapat pada tahun 1139H/1729 tahun Djawa.
Kitab ini sudah sering dicetak oleh percetakan Semarang 1873,1875;Surakarta
1905,Surakarta Rusche 1922.
67.
Kitab Tjebolek
Kitab
ini termasuk salah satu dari kitab-kitab karangan baru dari Kepustakaan Djawa
yang mengisahkan hadji Mutamangkin (tjebolek) yang merusak sarak,memelihara
anjing dsb. Kemudian tjebolek digugat oleh para ulama seluruh Jawa yang
diketuai oleh ketib Anom di Kudus. Tjebolek dibawa ke pengadilan.namun diampuni
karena telah bertaubat.
Kitab
ini juga membicarakan kitab Dewa-rutji,Wiwaha,dll. Yang mengagumkan dari kitab
ini ialah cara menggambarkan masing-masing peran,juga kelihatan hidup. Kitab
ini pernah dicetakkan Van Dorp,Semarang,1886 dengan huruf Jawa.
68.
Kitab Babad Gyanti
Kitab
ini disebut juga kitab Babad pembagian Negara. Kirtab ini menceritakan
pindahnya keraton Surakarta,karena Kartasura dirusak orang-orang Cina,maka
Pangeran Mangkubumi pun keluar dari Keraton dan memberontak,sebab tanah
bengkoknya dikurangi banyak sekali. Dalam kitab ini diceritakan pula tentang
perangnya Pangeran Mangkubumu melawan Surakarta. Yang akhirnya Pangeran
Mangkunegara memisahkan diri dari Pangeran Mangkubumi dan akhirnya berkedudukan
sebagai Mangkunegara I.
Bahasa
kitab ini bagus,seperti kitab Tjebolek,cara pemeranannya juga jelas,kelihatan
hidup. Kitab ini pernah dicetak ke dalam huruf Djawa oleh H. Buning tahun
1885,1886,1888,1892,berjumlah 4 jilid. Akan tetapi baru-baru ini,kitab Babad
Gyanti dicetak Balai Pustaka dan diajdikan jilitan kecil-kecil.
69.
Kitab Sasana-sunu
Kitab ini merupakan kitab buatan
Kiai Yasadipura II. Isinya ialah ajaran yang berkenaan dengan cara hidup
menurut Jawa-Islam dalam jaman hidupnya Kiai Yasadipura. Ajaran tersebut dibagi
menjadi 12 bab.
70.
Kitab Wicara Keras
Kitab ini mengisahkan kejengkelan
Kiai Yasdipura karena melihat keadaan Negeri Surakarta pada waktu itu sangat
kacau-balau.
71.
Kitab Sinuhun P.B.IV
Dalam mengarang kitab ini, Kiai
Yasadipura ditemani oleh temannya yaitu Sri Paduka P.B.IV yang mengarang kitab
Wulang-reh. Kitab ini pernah digunakan sebagai pedoman orang Jawa dalam
mengabdi di Keraton. Ada lagi ajaran Seri P.B. IV yang bernama Wulang Sunu.
Kitab ini memuat:
• Bagian
1 Dandang gula 16 bait termasuk pengantar kata daripada penyalin.
• Bagian
2 Asmarandana 20 bait.
• Bagian
3 Sinom 15 bait.
• Bagian
4 Pangkur 22 bait.
• Bagian
5 Kinanti 23 bait.
72.
Kiai Sindu-sastra
Kitab karangan Kiai Sindu-sastra
yang terkenal adalah kitab Arjuna Sasra bau yang memuat juga sejarah dan kisah
daripada Sugriwa-Subali. Adapun cerita aslinya sudah terang bahwa diambil dari
kitab Kanda, diurutkan serta ditambah.Kanjeng Pangeran Arya KusumadilagaKanjeng
Pangeran Arya Kusumadinaga merupakan putera Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Mangkubumi I di Surakarta (bukan Seri Sultan I). Karangannya ialah kitab-kitab
lakon Jagal Bilawa, Lingga-pura, Semar jantur dan kitab pelajaran mendalang
yang bernama kitab Sastra-miruda.
73.
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati
Anom (Seri Paduka P.B. V)
Pangeran Adipati Anom amat gemar
akan kitab-kitab. Buktinya, hampir semua kitab karangan kiai Yasadipura II itu
terjadinya atas perintah Kanjeng Gusti. Ada pula kitab yang lain yang dikarang
oleh Seri Paduka Kanjeng Gusti itu, yaitu kitab Centini. Centini ini merupakan
kitab yang sangat mengagumkan. Yang membuat kitab ini berkenaan dengan orang
banyak. Yang berkenaan dengan agama yaitu kiai Penghulu Tafsir-Anom. Yang
berkenaan dengan gending yaitu abdi dalem demang niyaga-kiri-kanan, dan yang
berkenaan dengan pelajaran dikarang oleh Kanjeng Gusti sendiri.
74.
Raden Ngabehi Ranggawarsita
Sesungguhnya beliau merupakan
pujangga asli. Kitab kitab karangan beliau antara lain sebagai berikut:
75.
Kitab Paramoyaga
Kitab ini menceritakan riwayat
Kanjeng Nabi Adam dan riwayat serta turun-temurunnya para dewa, selanjutnya
sampai kepada cerita mula-mulanya tanah Jawa didiami orang-orang. Adapun dasar
dari pada ceritanya ini diambil dari cerita yang terdapat dalam kitab
Jitapsara, karangan begawan Palasara di Hastina, sarinya diambil dari kitab
Pustaka Darya yang induknya berasal dari tanah Hindu, kemudian disesuaikan
dengan kitab Mila-Duniren, yang benihnya berasal dari Najran dan kitab Sitatul,
benihnya berasal dari Selan,dsb.
76.
Kitab Jitapsara
Kitab ini merupakan karangan dari
Ranggawarsita pula. Kata-kata dari pada kitab Jitapsara dibuat sangat indah.
Cara memperindahnya dengan menggunakan kata-kata kawi yang agak banyak. Akan
tetapi oleh karena raden Ngabehi Ranggawarsita itu tidak tahu bahasa kawi, maka
cara menggunakannya hanya sekehendak hatinya saja.
77.
Kitab Pustaka-raja
Kitab ini hampir sama dengan
kitab Pramayoga. Kitab Pustaka-raja itu pada pokoknya terjadi dari kitab-kitab
lakon wayang, sumbernya berasal dari dongeng-dongeng yang didengar oleh
R.Ng.Ranggawarsita. Kemudian ia mengubah dan menambahkannya. Walau bagimanapaun
keadaannya, kitab Pustakaraja itu sebagian besar juga isinya seperti:
kitab-kitab Mahaparwa, Purwapada, Sabaloka, Mahadewa, Maharesi, dsb, sebenarnya
tidak pernah ada.
78.
Kitab
Cemporet
Kitab ini merupakan karangan
R.NG. RANGGAWARSITA. Susunan kalimat ini amat cermat. Bahasanya amat halus dan
berlebih-lebihan. Misalnya tutur kata orang desa, dibuatnya seperti seorang
tutur priyayi kota yang mahir bertutur.
·
Kritisi:
ejaan dalan bab ini juga susah dibaca,bahsannya susah dimengerti,alur cerita
juga tidak menentu,isi cerita banyak yang tidak ditemui dalam Buku Kalangwan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Brandes,J.L.A.1896
‘Pararaton (Ken Arok),of the Boek der Koningen van Tumapel en van Mjapahit.’
VBG 49
1902
‘Nagarakretagama.’ VBG 54 (1)
2.
Gunning,J.G.H.1903
Bharata-yuddha,Oudjavaansch heldendicht. ‘s Gravenhage.
3.
Jacobi,H.1903
Mahabarata.Inhaltsangabe,index und Concordanz der Calcuttaer und Bombayer
Ausgaben. Bonn.
No comments:
Post a Comment