RUWAT
SPIRITUAL
Rara
Rum Ajang Mas Kenya Wursito
Manusia
adalah makhluk berbudaya dan memiliki akal budi, dapat membuat sejarah
mengelola masa kini, dan merancang kehidupan yang akan datang. Agar dapat
memahami kehidupannya dengan baik sesuai adat istiadat dan warisan budaya dari
nenek moyang dan para leluhur yang tentu saja tidak bertentangan dengan akidah
agama. Keyakinan akan perluanya ruwatan, masyarakat Jawa muncul secara cultural
sebagai akal budi kesadaran jiwa. Betapa pentinya hidup bersih dan mulia secara
luas. Selalu mawas diri, menilai dan mengkoreksi perbuatan sehari-hari yang disengaja
maupun tidak, atau pengaruh karena lingkungan.
Dengan
melakukan intropeksi diri terus-menerus sehingga tercapainya kwalitas diri yang
diharapkan mencapai keharmonisan damai sejahtera dan indah sebagai insan hamba
Allah. Masyarakat Jawa percaya bukan hanya badan yang dibersihkan tetapi jiwa,
akhlak, dan mental perlu disucikan supaya tidak mudah dihancurkan oleh sang
waktu, sang kala (bethara kala).
Begitu juga sebenarnya badan kita perlu semua dibersihkan dan diperbaharui
untuk dapat bertahan menghadapi sang waktu, sang kala (bethara kala). Itulah yang disebut bersih diri meruwat sekaligus
buka aura, sinar dari badan memancar. Acara ruwatan bersih diri buka aura
bersifat universal yang dilakukan masyarakat Jawa mulai dilakukan sejak dari
zaman Hindu-Budha berkembang dengan baik, sebagi adat istiadat bahkan yang
diruwat bukan hanya manusia tetapi juga negara.
Contohnya antara lain: Sesaji Rajasuya,
Maswameda, ruwat wabah penyakit Sudamala, ruwat rejeki tanam padi Sri Mulih, pertobatan Pandu Swarga,
Sangkan
paraning dumadi, Sutasoma, Purnawijaya, Kunjara Karna, Arjuna
wiwaha, Kidung Sunjayan, Murwakala Pandawa Pitu, Sukasarana dan lain-lain.
Ruwatan
bukan hanya kebutuhan cultural secara pribadi tetapi juga secara masal atau kolektif
bersama-sama. Disini penting proses ritual ruwatan harus dipahami betul baik
oleh pelakunya, penyelenggara, pemimpin upacara atau dalang, apalagi para
sukerto/ yang diruwat. Tantangan jelas adalah relefansi ruwatan dengan masakini
masa globalisasi ketakutan masyarakat larut dalam moderenisasi segala bentuk
tradisi sering ditinggalkan, dikesampingkan, bahkan sama sekali dihilangkan. Dalihnya
tak sesuai akal sehat takahyul dan sebagainya. Tetapi, setelah masyarakat haus
akan rasa lapar dibidang rohani, masyarakat kembali mencari peganggan
sepiritual. Semakin kuat desakan globalisasi semakin kuat juga keinginan untuk
mencari peganggan sepiritual agama juga ajaran adat istiadat.
Menurut
kitab-kitab kuno ruwat artinya lepas, keluar dan bebas dari segala jenis
kotoran jiwa, dosa, karma buruk, dan energy negative agar kehidupan manusia
menjadi terlepas dari segala kesulitan dan bencana, serta memperoleh
kesejahteraan dan kebahagiyaan. Kedua, ruwat juga merupakan upaya memberi
kekuatan / jog energy, jadi bukan saja kesengsaraannya hilang tetapi jiwa
manusia diperkuat supaya sanggup menanggung segala beban dan mengatasi
kesulitan yang dihadapi. Maka ruwatan disebut juga menyatukan manusia dengan
irama sang waktu atau Murwakala. Bila
manusia bersatu dengan irama alam meraka akan sanggup menanggun segala beban
kehidupan.
Ruwatan juga disebut menyatukan manusia dengan
irama sang waktu / Murwakala
sedangkan wayang kulit sendiri bukan sekedar tontonan hiburan semata, tetapi
merupakan bungkus budaya sepiritual yang halus, jenius, bijak dan komunikatif, untuk
menyampaikan pesan nilai-nilai luhur dan hakekat hidup sejati. Hakekat hidup
sejati, yang berisi etika, ajaran moral dikemas sempurna dalam seni musik, seni
tari, drama, seni pagelaran, seni sastra,
seni lukis, seni suara, seni pahat, dan seni rupa. Jadi wayang kulit
merupakan suatu totalitas performen. Bentuk maupun karakter yang ditampilkan
diharapkan mengandung filosofi yang memungkingkan penonton dapat bercermin.
Dalam pagelaran wayang kulit ruwatan, muncul kepercayaan adanya energy fisik
maupun metafisik yang tak terlihat tetapi bisa dirasakan keberadaannya dialam
ini. Pagelaran ruwatan mampu mendisain seni ritual yang religius sehingga tanpa
disadari proses pagelaran wayang kulit sendiri merupakan kolaborasi
mantra-mantra dalang, suluk, suara gending, alur cerita, sendon-sinden, pada
frekuwensi tertentu terjadilah menejemen metafisika, itulah yang disebut
mangejowantahnya Sang Hyang Adi luhung.
Orang-orang
pengaranaran atau sukerto.
1.
Ontang anting, anak tunggal laki-laki
atau perempuan.
2.
Uger-uger lawang, anak dua laki-laki
semua.
3.
Sendang kapit pancuran, anak tiga
laki-laki, perempuan, laki-laki.
4.
Pancuran kapit sendang, anak tiga
perempuan laki-laki perempuan.
5.
Anak bungkus.
6.
Anak kembar, laki-laki atau perempuan
sekaligus dua sama jenisnya.
7.
Kembar sepasang, anak dua kembar
sepasang.
8.
Gedini-gedono, anaknya dua perempuan ,
laki-laki.
9.
Gedono-gedini, anak dua laki-laki,
perampuan.
10. Sarimpi,
anak empat perempuan semua.
11. Sarombo,
anak empat laki-laki semua.
12. Pandawa,
anak lima laki-laki semua.
13. Pandawi,
anak lima perempuan semua.
14. Pandawa
ipil-ipil, anak lima perempuanya satu.
15. Pandawi
ipil-ipil, anak lima laki-lakinya satu.
16. Julung
wujud, anak yang lahir pada waktu matahari terbenam.
17. Julung
sungsang, anak yang lahir pada waktu bedung siang.
18. Julung
mani, anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari.
19. Tiba
wungker, anak yang lahir lalu meninggal.
20. Jempina,
anak lahir premature.
21. Tiba
sampir, anak lahir kalung usus.
22. Margono,
anak lahir dalam perjalanan.
23. Wahono,
anak lahir dikendaraan.
24. Slewah,
anak lahir yang badanya/ kilitnya dua macam hitam/ putih.
25. Bule,
anak lahir yang kulitnya putih tanpa pixmen.
26. Kresna,
anak lahir kulitnya hitam.
27. Waliko,
anak bajang.
28. Wungkuk,
anak yang lahir bengkok punggunya.
29. Dengkok,
anak lahir punggungnya menonjol.
30. Wujil,
anak cebol.
31. Jlengkapok,
anak lahir dalam candi kala.
32. Made,
anak lahir tanpa alas di lantai/ ditanah.
33. Orang
yang merobohkan dandang , tempat menanak nasi.
34. Orang
yang memecahkan pipisan atau gandik
35. Orang
yang tinggal didalam rumah tanpa tutup keong.
36. Orang
yang membuat dekorasi samir tanpa daun pisang.
37. Orang
yang tidur dikasur tanpa seprei.
38. Orang
yang memiliki lumbung padi tanpa diberi alas dan atap.
39. Orang
hamil berdiri ditengah pintu.
40. Orang
duduk diambang pintu.
41. Orang
yang selalu bertopang dadu.
42. Orang
yang mengadu wadah, dandang diadu dandang.
43. Orang
yang senang membakar rambut.
44. Orang
yang senang membakar tikar dari bamboo.
45. Orang
yang senang membakar tulang.
46. Orang
yang senang menyapu sampah tapi tidak membuangnya.
47. Orang
yang senang menyimpan sampah dikolong tempat tidur.
48. Orang
yang tidur pada waktu matahari terbit.
49. Orang
yang tidur pada waktu matahari tengelam.
50. Orang
tidur diwaktu bedug tengah.
52. Orang
kembar siam.
53. Dalam
pertunjukan wayangan ada bayi lahir.
54. Palguna,
bayi lahir pas bunga mekar.
55. Orang
dalam perjalanan jam 12.00 siang tidak mau berhenti.
No comments:
Post a Comment